Saya baru saja menyelesaikan sidang di pengadilan negeri Depok untuk pembayaran tilang. Apa yang membuat saya mau repot ke pengadilan? Karena saya tidak ingin berdamai dengan polisi di Depok. Saya diberhentikan polisi 20 Agustus 2013. Lampu depan mati. Et dah. Dengan kondisi jalan Margonda yang terang benderang saya tidk menyadari kalau lampu putus. Ketika itu saya tidak tertarik untuk berdamai. Saya memilih sidang tilang lengkap dengan pertanyaan apa maksud jenis surat yang saya terima.
Singkat kata saya menerima surat merah dan sim ditahan. Pagi ini saya pun meluncur ke Grand Depok City. Saya sempat kebingungan mencari lokasi. Ternyata pengadilan negeri Depok berada di balik Dinas Pemadam Kebakaran Depok. Dari waterboom grand Depok City, saya putar balik untuk ke arah Dinas Kebakaran. Ternyata di belakang Dinas kebakaran ada berkelompok gedung DPRD depok, gedung Kejaksaan negeri Depok, gedung Imigrasi Depok, gedung Pertanahan Depok. Bayangkan berapa banyak perputaran uang korupsi di sini. Halah. Lokasinya sendiri ada di sini :

Saya sempat salah masuk ke kantor Imigrasi sebelum akhirnya bisa mendarat mulus di Pengadilan negeri. Begitu sampai saya masuk ke dalam, mengabaikan setiap calo, dan belok ke kanan untuk mencari nomor urut saya. Lupa bawa bolpen dan calo yang menawarkan diri mencarikan nomor urut dengan hatga 3000 rupiah akhirnya bersedia meminjamkan bolpen gratis.
Jam 08.10 saya duduk di ruang sidang. Terlalu muluk sebenarnya mengharapkan aparat datang tepat waktu.
Waktu terus berjalan sampai menunjukkan jam 9. Yang datang pun baru bagian penerima uang tilang. Jam 09 lewat, persidangan pun dimulai. Ketok palu, pak hakim mengisi angka ke kertas tilang dan terdakwa pun langsung mengantri ke sisi kiri foto. Bayar keluar. Rata-rata membayar Rp.35.000.
Nama saya dipanggil sepuluh menit setelah sidang dibuka. Saya membayar lalu pulang.
Sebagian besar yang kena tilang adalah sopir angkot jadi tidak heran parkiran angkot di luar Pengadilan Negeri depok cukup banyak.