Seingat saya ini adalah Pemilu ketiga saya. 2004 dan 2009 saya memilih tidak pakai otak tapi kali ini untuk pertama kalinya di Pemilu 2014 saya memilih dengan berpikir dan menelaah dengan seksama (halah!). Untuk apa saya ambil pusing dengan politik ? Bahkan partner saya pun membuat jingle menyambut Pemilu ‘Janji Bohong’. Karena saya tidak mau menjadi manusia ala komentator bola. Tahu kan komentator ? Heboh opini, belum tentu di lapangan jago juga. Buat saya mengelus dada terhadap kekacauan di berbagai lini di negara ini ataupun berkomentar ‘koq begini koq begitu’ itu setara dengan seorang pegawai swasta yang memberikan saran bahwa bisnis yang bagus dikembangkan saat ini adalah bisnis salon (eh tongki, lu daripada ngebacot coba lu gerak dulu dah!).
Saya pun memutuskan untuk bergerak. Mengambil waktu beberapa menit untuk menelisik website Komisi Pemilihan Umum 2014. Yang saya buka adalah peta. Mengapa ? Propinsi saya berdomisili ternyata dibagi 3 oleh pihak KPU.. Lah terus Pasar Minggu di Jakarta Selatan masuk mana ?? Ternyata masuk di wilayah Jakarta 2. Daftar anggota DPR yang dapat saya pilih cukup beragam. Ternyata ada dosen saya di Psikologi UI dulu (bo dosen gw lahir di Paris bo.. beda tipis sama gw.. Pare), Pak Bondan, Wanita Emas, Yennie Rachman, Okkie Asokawati, Si Hj Elizabeth yang ngebom sms dan sempat dibicarakan di Twitter. Mengingat sebenarnya pencarian anggota DPR yang tepat ini mencuri waktu kerja saya (yup I work on Saturday), saya mengambil langkah cepat dengan melihat dokumen-dokumen PDF yang dimasukkan para caleg ini. Gila ya di dokumen tersebut saya dengan cepat bisa membuang.
Masa ada caleg Nasional Demokrat usia 22 tahun ? Tauk apa lu nyong ? Saya memang tidak tertarik melihat caleg dari PKS. Sudah lah.. penilaian saya terhadap caleg dari Partai ini sudah di titik nadir. Sebenarnya saya juga ogah-ogahan melihat caleg dari Gerindra. Sederhana sih. Mereka memasang jargon ‘Gerindra Menang, Prabowo Presiden’ Ok itu sudah jadi rem pakem buat saya. Saya masih ingat trauma apa yang dibuat Prabowo (dan Wiranto dkk) di Mei 98.
Lalu pilihan saya jatuh ke Ibu ini. Iye iye.. gak fair.. mentang-mentang doi guru. Ini memang proses pencarian cepat. Saya masih punya waktu 30 hari lagi kan untuk lihat-lihat. Cara seleksi saya sederhana koq.. Anda pasang poster di pohon anda kehilangan suara saya.
Di barisan DPD lumayan ada AM Fatwa, Sabam Sirait, si Fahira Idris dengan kampanye Anti Mirasnya dan Rommy yang pernah pasang billboard segede gaban di Warung Buncit. Saya tertarik dengan Bapak ini dan Bapak Ramdansyah. Sementara buat si Rizky.. Darl, dugem aja yuk sama tante (well that’s what I did when I was 21) 😉
Yang membingungkan ya dari DPRD.. Belum ada yang bisa saya pilih dari berbagai arah yang saya lakukan di website Komisi Pemilihan Umum. Cukup mengejutkan sih tapi ya sudahlah. Setidaknya saya akan melaksanakan pemilu ini dengan logika saya.
Koq masih percaya dengan Pemilu ? Mengapa tidak golput saja ? Bagaimana jika calon – calon yang saya pilih ternyata hanya janji ? Loh itu bagian dari iman. Kita meletakkan iman bahwa selama 5 tahun ke depan orang-orang tersebut konsisten menjadi wakil dan membuat perubahan, kalau asal coblos mau orang-orang tersebut yang menikmati uang pajak kita sementara kita di sini yang megap-megap menjalani keputusan asal-asalan dari orang yang dipilih karena orang-orang tidak mau mikir ?