Ketika Senin kemarin terjadi aksi mogok kendaraan umum konvensional yang menolak kehadiran taksi berbasis aplikasi, saya bisa melihat sebagian besar netizen merasa perlu angkat bicara bahwa aplikasi ini untuk membuat pengelola kendaraan umum termasuk taksi terbangun dari selama ini dininabobokan dengan dominasi yang mereka kuasai.
Saya mencoba minggir dari ranah tersebut karena saya sudah 8 tahun tidak rutin naik kendaraan umum. Sempat memiliki motor lalu dijual untuk biaya hidup jaman pas-pasan dulu. Sehari-harinya saya hanya bersepeda, naik becak, atau pinjam motor sana sini.
Mari membahas secara spesifik aplikasi Gojek. Perusahaan Gojek yang menyewa tempat yang apik di bilangan Kemang berdiri di tahun yang sama dengan usaha Jakarta Pro Movers dan SewaPickUp.com di… blusukan Depok lah. Ketika Gojek membuat terobosan dengan aplikasi, kami memang hanya mengandalkan search engine optimization sehingga kedua website kami bisa muncul di laman pertama. Apakah kami tidak berinovasi? Kami sudah memikirkan ke sana tapi tidak semudah itu menggarap segalanya. Silakan anda melabel kami payah untuk bermanuver bisnis, itu sudah saya sadari dengan menangis pelan ketika membuat catatan keuangan.
Gojek yang awalnya ojek motor akhirnya merambah ke sewa pickup dan truk karena kompetitor Gojek mendadak muncul banyak seperti kutu Goofy kalau dipencet. Gojek yang mem-branding diri mereka sebagai karya anak bangsa yang ingin merangkul wong cilik nyatanya mengatur harga sendiri ketika meluncurkan GoBox. Saya tahu koq tim mereka membanding-bandingkan harga ke kami dulu sebelum mematok harga di bawah pasar. Orang tidak mau tahu kalau sebenarnya kami lebih menguasai pengepakan barang dan bongkar pasang furniture. Buat orang yang penting murah. Saya sangat mengerti itu. Laju ekonomi sebenarnya melambat jadi saya maklum orang menekan budget di segala arah.
Setiap penjual berhak atur strategi marketingnya sendiri. Wajar jika di kemunculannya Gojek membuat harga promo untuk GoBox. Namun yang terjadi promo itu tidak pernah berhenti karena di saat yang sama, perusahaan lain membuat Deliveree dan Jet (duh lupa nama persisnya). Ini lebih dari pertandingan Daud lawan Goliat. Kami seperti disuruh bertanding melawan Goliat, Samson & Nebukadnezar di saat yang bersamaan.
Jika strategi yang digunakan adalah perang harga sementara kami tidak memiliki dana dari investor untuk subsidi plus promo habis-habisan di media sosial, maka selain terus tekun menjawabi telepon yang tergerus dengan aplikasi, ijinkanlah kami mati sebagai orang-orang yang telah bersungguh-sungguh menjalankan penyewaan pickup sampai titik darah penghabisan. Kami tidak pernah tahu kapan kami mati ataupun malah jangan-jangan bisa bertahan melalui perang ini, yang kami tahu segala cara tidak pernah habis kami coba.
hari ini kreativitas kita emang selalu dituntut ya kak š¦
kalo gag ya kita akan binasa sendiri. yang menjadi soal adalah kini bgaimana kita menumbuhkan proses kreatif trus
iya. dgn budget terbatas pula.. kreatif kl dana besar spt mereka bikin ini bikin itu jadi. ini budget iklan terlalu rendah aja dtolak sama facebook..