Saya jarang menonton film Indonesia. Tepatnya saya jarang nonton ke bioskop. Mengapa? Pelit. Saya mewakili gambaran orang Indonesia yang tidak set budget untuk nonton apalagi beli buku. Apa lu? apa lu? apa lu?
Namun entah mengapa saya ingin sekali menonton My Stupid Boss dan saya bersyukur keputusan saya tepat. Ceritanya terkenang terus sampai sekarang. Baik itu buku fiksi maupun film, saya suka menikmati karya yang menancap berbulan-bulan di kepala saya dan itu biasanya super jarang. Inside Out dan My Stupid Boss termasuk yang saya ingat sampai hari ini. Entah karena My Stupid Boss seperti parodi keseharian saya atau hanya jargon yang sederhana, tapi saya selalu ingat:

Impossible We Do

Miracle We Try

Nah saya merasa perlu memperbaikinya sedikit menjadi Impossible We Do, Miracle We Trust karena itulah keseharian yang sebenarnya kami jalani. Jika Pak Bos melakukan segala cara untuk membuat usahanya bertahan, maka kami melangkah hari per hari dengan percaya. Jika Bu Bos suka belanja, saya suka mencari kesibukan sendiri demi gentarnya lemak-lemak ini. Haha.

Kami bukan manusia istimewa, bukan pula pendoa yang luar biasa. Namun kami terus melakukan apa yang Tuhan mau dalam hidup kami. Kalau Kerani harus menembus hutan cuma untuk antar pesanan, kami menghadapi karyawan dan kenyataan sebagai makanan sehari-hari (percayalah wahai karyawan, menghadapi perusahaan dan karyawan bersamaan itu setara berhadapan dengan phyton yang kelaparan; pelik!). 

Kami mungkin lelah, kadang terlihat patah ataupun lemah. Namun kami belum menyerah. Jika ada hal yang kesannya kami abaikan, itu bukan karena kami tidak berusaha tapi karena memang belum saatNya 🙂