Sepertinya di linimasa saya (yang mana artinya dari orang-orang yang ingin saya simak kicauannya), tidak ada lagi yang bahas resolusi tahun baru. Entah karena merasa 1 Januari tahun kafir atau memang sudah lelah memasang target diri.
Buat saya 31 Desember ke 1 Januari adalah Hari Suci. Haha. Di situlah detik-detik saya sebenarnya banyak menarik diri untuk melihat yang sudah terjadi dan menyusun rencana apa yang ingin saya lakukan di tahun depan. Cuma untuk pertama kalinya di tahun ini hari suci tersebut diisi dengan kesibukan mengejar orderan dan pekerjaan di Peentar.
Seingat saya kebiasaan ini mulai saya lakukan 2004 ketika alm bapak meninggal. Biasanya tulisan saya begitu penuh perasaan. Cuma 2017 ke 2018 saya tidak ingin berkepanjangan berkontemplasi. 2017 saya bersyukur punya kesibukan untuk mengisi gundah gulana yang sudah menyala di 2016. Saya juga bersyukur bahwa saya punya kekuatan dan kebijaksanaan apa yang menjadi ganjalan saya selama ini dalam pernikahan kami.
Berhubungan dengan Ramot memang lebih banyak mengubah saya dibanding saya menginspirasi Ramot haha. Ramot memang tidak pernah mengatur, menyuruh ini itu. Justru hasil observasi atas tindak tanduk Ramot di kesehariannya (yang notabene 2 tahun ini Ramot tinggal di Peentar dan saya tinggal di Rumah Steril) banyak mengubahkan saya tanpa saya merasa tersiksa atas perubahan tersebut. Karena itulah saya pun menjadi terbuka. Sesuatu yang sebenarnya tidak pernah sanggup saya bayangkan bisa melakukan. Oh saya bisa menulis 10 hal soal ini tapi nantilah di 34 (33, 31 sudah) ya
Saya belajar, keterbukaan saya di akhir 2017 justru membuat saya lebih santai menjalani hidup. Tidak ada lagi segala perasaan yang ditekan. Ini yang membuat saya lebih damai dan realistis menjalani 2018:
- Saya kembali ke berat badan 58 kg. Ini tentu mengartikan saya perlu berhenti dari kecanduan terhadap gula. Sesuatu yang tidak mudah sejujurnya. Selain itu alasan saya ingin turun berat badan karena saya lelah dianggap hamil hanya karena perut saya gembrot
- Saya selesai membayar utang.
Sama seperti kapan punya anak, kapan utang selesai itu cocoknya dijawab bukan lagi dengan kapan-kapan tapi entah kapan. Namun 2 hal itu menjadi hal yang masih ingin saya perjuangkan. Bagaimana caranya? Entah. Setidaknya dari keinginan bisa muncul jalan keluar