Tulisan ini tadinya sempat saya masukkan draft lalu saya tayangkan kembali karena kicauan menarik ini:
Kicauan akun ini diserbu banyak orang di Twitter. Saya sebagai feminis kalem memilih ‘mari kita setuju untuk tidak setuju‘ Sama lah seperti kasus yang ramai di Twitter perihal foto perempuan diburamkan.

Saya sendiri dulu berpahaman seperti bapak Ibnu itu koq bahwa perempuan harus bisa masak, urus anak, berkarir dan segala macam konsep ideal tentang bagaimana sebaiknya perempuan. Ketika itu saya sama sekali tidak menyadari bahwa pemahaman saya adalah hasil indoktrinasi patriarki. Nah saya tahu betul 90% isi otak orang Indonesia ya masih tidak bergeser dari era Kolonial. Iya pelajari lebih banyak literatur sejarah, anda akan menemukan, era kerajaan Budha/Hindu di Indonesia jauh lebih meletakkan posisi perempuan sebagai kawan setara dibanding ketika era Kolonial yang ternyata kita ga selama itu dijajah Belanda. Ya udah lah ya urusan sejarah silakan googling sendiri. Saya sendiri:
- Saya tidak percaya kodrat, seperti saya tidak percaya setan . Kodrat (buat saya) hanya menciptakan sebuah aturan berkepanjangan ala Taurat untuk memenuhi standar ideal sebuah peran manusia. Kodrat jadi anak lah, kodrat jadi istri, kodrat jadi suami. Ya elah cuy hidup cuma sekali abis itu jadi debu, betah amat sih diatur-atur yang mana seringan bikin frustasi
- Lakukan yang membuat dirimu bahagia karena bahagia itu menular.
Tentu saja sebagai mahluk sosial kita pasti meluangkan waktu untuk memikirkan apa yang membuat orang terpenting dalam hidup kita juga merasa bahagia. Beberapa orang mungkin memilih melakukannya dengan beberes rumah, menyeterika pakaian, atau memasak. Namun jika itu tidak menimbulkan kebahagiaan bagi pelaksana, ya cari jalan tengahnya. Berpura-pura bahagia demi kebahagiaan orang lain dijamin akan membawa anda tenggelam dalam kesedihan berkepanjangan.
Saya tahu ocehan ini terjadi karena memiliki sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki kebanyakan perempuan di bumi Nusantara ini: memiliki kawan bergelut yang humanis. Untuk kondisi tersebut saya hanya bisa bilang:
Aku juga jarang masak untuk suamiku Mba. Dan dia ga pernah protes. Suamiku jago masak. Jadi kalo misalkan aku malas masak,gantian dia yang masak.
Salam kenal mba Vivi.
iya hehehe. saling mengisi aja
Kenapa kamu gak masak untuk suami? Jawabannya:
* karena kamu malas
atau
* karena kamu tak pintar masak dan tetap tak mau belajar.