2002 ketika awal saya kuliah, Bimbingan Menulis adalah siksa derita yang bisa saya selesaikan justru dengan sebuah pencerahan. Mata kuliah ini mewajibkan saya menulis satu hari satu tulisan. Ketika itu saya kesal sekali mengerjakannya. Mengapa? Bimbingan menulis memaksa saya bahwa menulis pas lagi mood itu manja. Saya dipaksa untuk berdisiplin mencari inspirasi SETIAP HARI.
Bimbingan Menulis, seperti tantangan hidup saya yang lainnya, membuat saya menggerutu di awal, lalu berakhir saya menikmatinya. Ketika saya hanya mendapat B untuk mata kuliah ini, saya kesal. Saya merasa sudah menuangkan isi kepala, kerajinan dan kreativitas saya semaksimal mungkin lalu mengapa tidak ada A di ijazah saya? (Ya iyalah ijazah UI kan emang ga pernah nyantumin ponten per mata kuliah).
Sama seperti saya mau jadi psikolog sejak SMP, saya sebenarnya menulis puisi juga sejak SMP. Jadi 4 tahun kemudian di Bimbingan Menulis saya cuma dinilai ‘BAIK’ bukan ‘Amat Baik’ membuat saya mau demo tapi tak mungkin karena change dot org belum tayang ketika itu. Saya baru sadar nanti di sekitaran 2006-2012 ketika saya menjadi guru, apa yang mungkin dilihat murid sudah bagus, sebenarnya dilihat guru sebagai : u-can-do-better-than-this darla.
Ketika mata kuliah berakhir, saya merasa perlu membuktikan bahwa saya sebenarnya memiliki kemampuan menulis dengan cantik. Media yang saya gunakan ketika itu adalah.. Multiply. Haha. Saya memang gitu orangnya. Awal-awal saya pasti protes untuk sebuah kegiatan lalu ujug-ujug saya bisa rutin aja sendiri mengerjakan tanpa disuruh tanpa butuh pengawasan maksimal.
Saya ingat sengaja datang lebih pagi ke kampus untuk menumpang komputer lab atau membayar internet per jam di mweb. Saya menulis apa saja sesuka saya. Ketika multiply akhirnya ditutup, saya pun dengan sigap memindahkan ke WordPress. Saya pelajari sendiri bagaimana wordpress bekerja dari yang cupu sampai level belagu: ‘katanya lulusan Fasilkom UI, masak bikin web basis wordpress aja gak ngerti plugin ini kudu dipasang.‘. Saya lupa bahwa anak Fasilkom Ui ya ga jaminan bisa paham mbenerin laptop sampai pasang plugin yang tepat untuk sebuah web.
Di WordPress saya berusaha mengubah persona bahwa weblog saya ini fokus ke soal pendidikan anak berkebutuhan khusus saja. Sayangnya saya hanya 6 tahun di dunia ini. Tidak banyak tulisan yang dihasilkan sangking luasnya dan spesifiknya kasus per kasus yang saya hadapi.
Saya akhirnya kembali ke bentuk asli. Membahas diri saya sendiri. Saya masih ingat ada seseorang yang bilang gaya tulisan saya lebay, tapi ada orang lain yang bilang, ‘lo tuh harusnya lanjutin ini jadi buku‘. Coba tebak omongan siapa yang saya ingat dan tancapkan di kepala? Tentu saja yang pertama. 1 kalimat di tahun 2009 bisa saya ingat, sementara kalimat kedua yang berulang kali diucapkan, cuma saya balas di WA dengan senyuman sambil menambahkan : ‘males. Maunya nulis pendek saja‘
Mengapa di bagian atas, saya bilang menulis cantik? Saya pernah konsisten menulis tentang seseorang dan berhasil membentuk opini publik bahwa orang tersebut kesatria bagai tokoh utama pria drakor bukan bagai motor.
Ini artinya saya juga bisa membangun cerita sehingga anda bisa terlihat paling payah, paling brengsek dan memang layak jadi obyek derita.

Tulisan tentang orang tersebut sudah saya hapus dari blog ini. Terlepas bahwa proses menulis tentang orang ini sebenarnya sudah saya kerjakan 10 tahun (2009-2019), saya tidak merasa ada yang salah dengan sikap saya yang marah hanya karena sebuah komentar. Pokoknya hukuman kudu dilaksanakan sekeras-kerasnya: menghapus tulisan seneak gue.

Saya kemudian tidak sengaja menonton dua drakor yang keduanya ada tokoh penulis.
Tentu jika ada kemiripan, itu sengaja saya paksa-paksakan dengan kondisi saya sekarang biar kebawa kondang. Namun cerita soal Wan di Dear My Friends semacam pencerminan buat saya. Bahwa banyak hal dan banyak peristiwa negatif yang terjadi dalam hidup sebenarnya 100% adalah tanggung jawab saya sendiri dan berhenti menyalahkan orang lain termasuk itu urusannya dalam hal menghasilkan karya melalui tulisan.

Satu waktu nanti mungkin saya akan seperti Wan. Memutuskan untuk menulis sesuatu di luar kebiasaan. Namun sebelum waktu itu tiba, saya perlu berterima kasih kepada Mbak Julia Sulaeman yang memperkenalkan saya kepada Bimbingan Menulis
Satu pemikiran pada “Mengiris melalui Menulis”