Hubungan Beracun dan Penawarnya

Beberapa orang yang mempercayakan cerita rumah tangganya kepada saya, secara nyata tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya berada di dalam hubungan beracun. Mungkin penggunaan kata saya terlalu berlebihan untuk menggambarkan toxic relationship. Namun hubungan tidak sehat ini nyata adanya berpengaruh pada kesehatan mental keluarga. Tidak cuma pasangan, anakpun tertekan.

Saya benci betul bahwa standar normal sebuah keberhasilan hubungan adalah sampai masuk liang lahat. Tidak manusiawi rasanya jika dalam proses masuk liang lahat tersebut ada salah satu orang yang bertahun-tahun menahan luka batin karena menjadi sansak dan ada pasangan yang terus menerus tidak puas. Di tengah-tengah itu tentu saja ada anak yang tidak punya referensi bagaimana menjalani hubungan yang sehat

Lalu apakah solusinya harus selalu selesai? Tidak juga sebenarnya. Ini kan bukan film Tompi yang perdebatannya tidak kunjung usai di Twitter. Saya sih kepengennya bersabda:

Rumah tangga tidak diciptakan di surga, maka selesaikanlah dengan cara dunia

Viviong – 2021

Namun rasanya saya membohongi diri sendiri jika saya hanya pakai cara dunia, tidak mencampurnya dengan cara surga. Saya nyatanya ada masa bertahun-tahun berdoa lalu bersambung ke psikiater dan melanjutkan doa.

Saya perlu mengakui di suatu masa saya adalah salah satu pelaku 🙂 Sebagai pelaku, saya tahu sebenarnya para pelaku hubungan beracun rata-rata adalah orang yang tidak nyaman dengan dirinya sendiri, selalu melihat dirinya penuh kekurangan, dan tidak habis-habis mengkritisi diri sendiri. Kami para pelaku adalah orang-orang yang sebenarnya tidak bahagia dan merasa perlu menyeret orang lain untuk sependeritaan bersama kami.

Bagaimanalah kami para pelaku bisa menunjukkan afeksi jika kami lebih suka dalam kubangan mengasihani diri sendiri?

Bagaimanalah kami bisa mengapresiasi, kalau kami selalu tanpa ampun mengkritisi diri?

Jangan salah pelaku juga sering merasa posisi mereka menjadi korban. Merasa mereka tidak berharga, merasa mereka tidak menghasilkan uang yang cukup untuk keluarga, merasa tidak berdaya.

Namun kami terlalu angkuh untuk mengakui bahwa kami rapuh.

Jangan meminta pelaku untuk berubah. Kami tidak pernah merasa ada yang salah. Kalian saja yang perlu berubah. Gantilah standar penilaian kalian kepada kami, kalianlah yang terlalu drama.

Apakah kami para pelaku bisa berubah? Bisa saja melalui doa yang kalian panjatkan bertahun-tahun di balik tembok yang sunyi, kami mungkin akhirnya menyadari ada yang salah dengan cara melihat diri.

Oh ada cara kedua: LAWAN. Iya ada kemungkinan terjadi kekalahan beberapa kali karena pelaku selalu punya 1001 cara untuk melampiaskan luka ke orang terdekat mereka. Namun ketika mereka mendapat perlawanan karena ada yang merasa tidak nyaman dengan perilaku asal-asalan kami, biasanya pelan-pelan kami berpikir di pojokan karena sebenarnya kami paling takut ditinggalkan.

Kalau pelaku cukup berhikmat dan bijaksana seperti saya, tentu saja akan ke profesional mengobati luka batin sehingga bisa berada di tengah-tengah keluarga dengan lebih sehat mental dan tidak temperamental.

Karena pada dasarnya luka batin bukan ditekan-tekan untuk dilupakan, bukan pula diluapkan kepada target pelampiasan tapi ditangani. Diobati.

Viviong 2021

Namun sekali lagi, jarang pelaku bersedia menerima kesalahan ada pada dirinya. Lebih mudah untuknya menuding kalian para target empuk pelampiasan luka batin untuk disalahkan. Lebih mudah untuk pelaku untuk menuntut daripada merunut apakah ada sumbangsihnya terhadap kekacauan sebuah hubungan.

Akhir kata:

Jika anda adalah korban, yang anda perlu selamatkan adalah diri sendiri dahulu. Jika anda adalah si pelaku, selamatkanlah hubungan yang ada karena anda sebenarnya tidaklah istimewa paripurna banyak pemuja.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s