Andai saja kalimat judul di atas bisa saya ucapkan kepada orang-orang yang di masa kecil sampai remaja selalu mengatakan hal tersebut kepada saya. Andai saya bisa bertanya balik, “maksud dan tujuan pernyataan Anda ini apa kalau boleh tahu?”
Hitam & Jelek
Namun saya sudah terlanjur tumbuh dewasa dan dalam beberapa bulan mengakhiri babak pertama hidup saya. Saya kadung meyakini bahwa betul sekali kata-kata mereka saya cuma terlahir cerdas, cekatan, tangguh, dan tekun tapi urusan kulit kuning langsat dan muka cantik bukan jatah pembagian ke saya. Sayangnya orang-orang yang menyampaikan hal tersebut kepada saya setelah saya pandang-pandangi foto mereka di Facebook tidak juga rupawan. Ternyata mereka juga tidak beda jauh kadar kehitaman seperti saya namanya juga bangsa Indonesia alias sawo matang. Sehingga bisa jadi mereka mengucapkan hal tersebut hanya sekadar becandaan karena mereka bagai pinang dibelah dua dengan saya dalam urusan takdir muka. Namun di saya terjadi reaksi kemana-mana yang membuat saya bahkan merasa minder sepanjang 38 tahun hidup. Iya saya baru cukup nyaman dengan tubuh saya sendiri ya 2023. Jadi bayangkan masa-masa saya lulus dari poli jiwa tahun lalu, saya sebenarnya masih memiliki keminderan merasa jelek.

Hitam, Jelek tapi Cerdas
Sekalipun saya terus menerus tertuduh berpuluh-puluh tahun sebagai perempuan yang tidak menarik karena berkulit sawo matang, tidak ada produk pemutih kulit yang saya minati apapun kalimat bungkusannya: mencerahkanlah, jadi lebih terang lah. Gak masuk akal. Satu, itu bagian dari strategi propaganda marketing, ranah yang sudah saya asah sejak usia 20an jadi saya gak kemakan. Dua, mana ada bisa mengubah takdir pigmen kulit?
Cuma buat apa saya terlihat cerdas kalau orang cuma menilai foto facebook: ini si Vivi yang kamu lagi dekatin? Lagian memang terbukti berdasarkan penelitian koq orang dengan kulit putih (untuk Indonesia kulit kuning langsat) lebih dilihat dipercaya, lebih menarik, lebih indah untuk diperkenalkan ke keluarga besar. Wajar koq bahwa manusia itu melabel manusia lain 5 detik pertama. Jadi kalau ada yang menilai saya jelek, judes, dingin, tertutup dsb dst ya normal. Kan saya biasanya menghabiskan waktu bersama orang lebih dari 5 detik. Kalau orang-orang tersebut saya minati, saya bersedia menunjukkan sisi saya yang sebenarnya hangat, sangat memperhatikan dengan seksama perubahan sekecil apapun dan selalu bisa mencari topik pembicaraan. Namun kalau sekelompok orang tersebut dalam lima detik saya label sebagai orang otak kosong, saya pun memilih mengheningkan diri. Setidaknya di usia 39 tahun ini saya punya teknik baru loh supaya tidak terlihat menyeramkan. Saya sebutnya dengan teknik pasang senyum kosong. Alias saya non stop senyum dengan tatapan kosong karena manusia awam tidak bisa kesal dengan orang yang tersenyum.
Sawo Matang & Berpenampilan Menarik Jika Perlu
Setelah menjelang 40 tahun melihat diri jelek dan hitam, sekarang menjelang memasuki 40 tahun terakhir hidup, saya membentuk citra baru tentang diri saya sendiri. Saya nyaman dengan kulit saya yang sawo matang ini. Jika dulu di kepala 2, saya percaya saja dengan pilihan sales bedak yang cenderung memilihkan bedak warna lebih terang daripada kulit saya supaya terlihat lebih cerah, di kepala 3 ini saya sudah tidak mau bergeming dari warna-warna untuk sawo matang.
Saya juga sangat memperhatikan pakaian dan tata rias yang saya pakai sehari-hari. Jika orang lain merasa nyaman polos tanpa dandan karena grogi kalau makeupan kesannya cari perhatian maka saya dandan karena saya ingin menonjolkan kelebihan di muka saya dan memastikan terlihat segar. Seperti moto hidup saya:
MENANG KALAH YANG PENTING PENAMPILAN
Vivi Alone 2003
Tentu seperti orang normal pada umumnya, ada masa saya ya saya mengistirahatkan diri dari rutinitas memakai peralatan dandan lengkap dan cuma pakai kaus dengan sablon yang sudah terkelupas. Saya juga tidak mau menjadi tergantung dengan dandan semata-mata agar orang selalu melihat versi terbaik dari saya. Saya kadung nyaman dengan diri saya sendiri. Saya terlanjur paham orang berkulit kuning lantas dan wajah terlihat cantik itu adalah minoritas. Kebanyakan orang ya dapat jatahnya biasa-biasa saja. Jadi dengan begitu saya sudah ikhlas dan menyadari keminderan saya sudah semakin kerdil.
Cuma kalau boleh jujur, saya yakin masih banyak perempuan di luar sana yang terjebak dalam persepsi bahwa mereka jelek dan tidak menarik. Mereka terlalu ragu untuk berdandan karena nanti dapat ejekan tambahan ngapain jelek coba dandan tapi mereka juga sadar cuma mengandalkan tampilan natural ya kagak menarik. Andai saja saya bisa mempercepat kesadaran akan keminderan mereka tidak perlu berlarut-larut atau malah diteruskan ke anak perempuan mereka berikutnya. Yah cuma berandai-andai.
Berpenampilan Menarik Tanpa Mencekik
Hal yang saya tidak sukai dari industri kosmetik dan media adalah memborbardir bahwa dandanan paripurna hanya bisa dicapai oleh produk-produk dengan harga yang dari segi pendapatan orang Indonesia ya tak tercapai nan tak tergapai.
Semua produk perlu dibeli dan dipilih dengan seksama bukan semata-mata influencer bayaran atau ulasan asal-asalan di Tiktok ataupun Youtube. Saya sendiri akhirnya menemukan list pakem setelah hampir 20 tahun berdandan (usia saya pertama kali memiliki perlengkapan dandan sendiri adalah 18 th). Ini list yang saya pakai demi dandan paripurna sesuai moto saya yang kedua:
Penampilan Paripurna karena Kita Tidak Pernah Tahu Kapan Ketemu dengan Kenangan, Kapan Ketemu dengan Masa Depan
Baca : Kenangan itu gak melulu soal mantan, tapi yang pernah bilang kita hitam jelek itu misalnya. Masa depan ga melulu soal gebetan tapi kan bs soal prospek kerjaan..
- Alas bedak saya masih Cover Girl Tropical Beige. Mungkin jika habis, saya membuka diri ke Make Over tapi bisa jadi balik lagi ke Cover Girl karena sudah gak mau repot keki. Gini gini saya pernah beli alas bedak 600.000 dan kacau hawrakadah jadinya saya ga cocok. Bener kan harga mahal ga jaminan
- Pensil Alis Viva. Dah lah ga usah nyuruh gue ganti agama urusan pensil alis.
- Eye shadow Inez. Iya saya ada Juvia dan Sariayu tapi sebenarnya Inez terus menerus tetap cakep banget koq. Pengaplikasiannya sekarang saya cukup pakai jari. Dah lah kelamaan pakai teknik ala ala di video tutorial itu. Cuma bikin orang enggan berdandan karena kesannya sulit
- Eye liner atas mata ini pernah beli yang bagus. Entah Ranee entah Lt Pro. Lupa. Masih belum beli lagi soalnya.
- Eye liner bawah mata masih Viva
- Maskara masih Maybeline sudah 4 tahun ini. Maskara mah gitu-gitu aja mengingat bulu mata saya cukup tebal dan panjang pake apa aja jadi ngepot ke atas sudah.
- Bedak saya kembali ke Ultima 2. Ajaran mama saya. Bertahun-tahun sempat two way cake, sempat juga alas bedak dan bedak tabur Pixy dan Sariayu ternyata kalau butuh paripurna di atas 4 jam saya perlu kembali ke Ultima 2 hahaha.
- Pemerah pipi alias blush on dulu enggan saya pakai karena saya merasa hanya orang kuning langsat yang berhak pakai pemerah pipi. Pemahaman macam apa itu yang dihasilkan dari sebuah keminderan akut? Sekarang saya pakai warna pink jingga dari Lt Pro gak habis-habis 1 tube padahal saya ingin kembali model tabur saja deh hehe.
- Parfum selalu kudu ori. Toh belinya sekali setahun. Layak diperjuangkan.
- Total habisnya? Kalau semua list di atas habis berbarengan? Tidak sampai 1 juta. Mahal di alas bedak yang 200 an, bedak 200an, parfum 400an. Pemakaian? Paling konyol setahun sekali lah. Alas bedak realitanya habis 2 tahun sekali. Kalau dibagi 12 bulan ya cuma seratusribuan. Terus bagaimana dengan perawatan kulit semacam mencegah kerutan dsb dst? Saya cuma pakai sunblok dah kelar. Sisanya gak minat. Gak ngefek juga mending sekalian oplas atau suntik botox deh. Ciamik.
