Setelah bertahun berlalu saya kembali menginjakkan ke Kota Wisata, sebuah komplek perumahan di bilangan Kabupaten Bogor yang sangking luasnya mencakup Ciangsana dan Cileungsi tergantung di titik mana anda mendaratkan koordinat di Google Map. Kota Wisata seperti perumahan mapfin pada umumnya memilih untuk tidak mencatatkan cluster-clusternya di Google Map jadi hanya kurir-kurir terpilih yang bisa mengirimkan paket dari Monaco sampai Tokyo dari Bellevue sampai Canada dengan presisi bagai jargon polisi.
Sepanjang saya menyusuri Kota Wisata di sore hari tersebut, saya jadi ingat era ketika saya masih mengupayakan jasa pindahan di perumahan tersebut. Datang dari rumah ke rumah dengan keringat bercucuran karena motoran dari Depok untuk survey harga pindahan. Terkagum-kagum dari satu cluster ke cluster lain sambil mengasihani diri sendiri mengapa saya yang kere, mereka yang hore? Era itu kisaran 2012 lah. Masa-masa pemikiran saya masih sempit bahwa kalau terjun wirausaha ya kudu punya rumah sebagai tujuan akhir dari bukti kesaksesan.
Sekarang, 11 tahun berlalu, saya kembali berputar-putar di Kota Wisata. Masih banyak sudut yang saya kenali sambil mengenang bagaimana dulu saya menyeka mulut yang basah sehabis minum di bawah terik matahari. Sekarang saya bersyukur bahwa saya sudah tidak menjadi Vivi yang dulu. Vivi yang tidak ada habis-habisnya membandingkan diri dengan berbagai orang yang ia kenali. Saya masih belum sukses tapi setidaknya saya sudah menyusun definisi kesuksesan sendiri bukan karena saya sibuk menggunakan standar keberhasilan orang sebagai tolok ukur kesuksesan saya.

Tentu saja salah satu sumber damai sejahtera dan sukacita saya saat ini ya karena saya tidak punya keinginan berada di posisi orang lain. Ini sebenarnya perubahan yang dramatis yang kalau ditanya, saya tidak tahu bagaimana perubahan itu bisa terjadi

N.B : Tahukah kamu tahun 2002, Kota Wisata men-charge harga yang sangat mahal untuk berfoto di area perumahannya. Sekarang? Bangunan ala ala kota di luar negeri itu satu per satu sudah menghilang. Kalaupun masih ada, tidak ada lagi biaya memotret. Sekarang malah orang yang enggan berfoto di situ karena sudah ada titik lebih baik. Begitulah. Dunia itu dinamis.
One thought on “Kowis Dulu, Kowis Sekarang”