Pantauan linimasa membuat saya ingin bicara tentang ujian Nasional. Terima kasih kepada Twitter, saya bisa bertemu dan saling berkomentar tentang pendidikan di dunia maya dengan orang-orang yang sangat saya hormati karena kepedulian mereka terhadap pendidikan di Indonesia. Sebut saja @kreshna (pendiri Bincang Edukasi), @iwanpranoto (Profesor Matematika ITB), dan @bukik (pendiri Indonesia Bercerita dan Teman Takita). Dari merekalah mata saya mulai terbuka, bahwa ada yang salah dengan pendidikan Indonesia. Dimulai dari fokus pengajaran yang hanya menghapal, bukan penalaran, sampai mengenai Ujian Nasional.
Saya memang seorang guru tapi selama beberapa tahun saya mengajar anak berkebutuhan khusus. Saya tanpa sadar, tidak ambil pusing soal gejolak pendidikan Nasional mengingat sepanjang saya menjadi guru untuk anak berkebutuhan khusus, saya tidak pernah bersentuhan dengan Kurikulum Nasional. Disinilah saya berterimakasih kepada jejaring sosial dunia maya seperti Twitter yang benar-benar membuka mata saya untuk melakukan sesuatu.
Sudah lama saya memang bercita-cita agar anak saya nanti home-schooling saja. Niat saya itu mulai saya rintis dengan secara aktif mencari ilmu soal yang satu ini (ikut webinar, studi banding ke Finlandia, dan melestarikan lagu anak-anak) . Mengapa saya tidak tertarik memasukkan anak saya ke sekolah biasa ? Karena buat saya, anak-anak haruslah digali potensinya, ditantang kreativitasnya, diajak berpikir kritis, bukan cuma sekedar menghapal dan bangga mendapatkan 100% hanya kemampuan menghapalnya.
Saya tidak mau anak saya setiap kali diberi kertas gambar, yang hanya bisa dia buat adalah gunung dan sawahnya. Saya sudah cukup mengelus dada, setiap kali saya berdiri di depan kelas, entah itu dengan mahasiswa UI, murid les, atau murid sekolah minggu, mereka begitu berhati-hati mengutarakan opini tiap diskusi. Itu bukan salah mereka. Itu salah sistem pendidikan kita, yang begitu mengatur jawaban anak.
Saya mau anak saya mengembangkan talentanya sesuai apa yang Tuhan sudah taruh. Saya tidak akan menuntut mereka menjadi rengking 1, saya mau mereka bertanggung jawab dengan talenta yang sudah Tuhan beri dengan berlatih secara total. Bicara soal standar kelulusan di homeschooling, sebenarnya dalam homeschooling bisa memilih kelulusan menggunakan UN, IB, IGCSE dan banyak lagi yang ditawarkan. Sejujurnya saya belum berpikir sampai soal test kelulusan akan pilih yang mana.
Sampai selama hampir setahun ini saya memantau terus perkembangan UN. Puncaknya adalah seminggu ini, saya sedih membaca tulisan seorang guru yang harus melihat kondisi ketidakjujuran yang dilakukan oleh kaum pendidik (dengan alasan) demi kebaikan anak-anak. Link ini adalah bukti lain bagaimana guru mengijinkan anak-anak bawa HP untuk dapat contekan [Temani Aku Bunda]. UN yang telah menjadi momok untuk sekolah, guru, pejabat pendidikan di level propinsi sampai kabupaten, dan segala hal dilakukan untuk ‘mensukseskan’ UN. Tanpa ba-bi-bu, seluruh orang-orang terdidik ini, telah mengajarkan pelajaran kecurangan, berbohong, dan korupsi kepada anak-anak. Lalu dengan kondisi seperti ini mengharapkan Indonesia bisa bebas korupsi ?
Bayangkan, UN diciptakan dengan alasan untuk standarisasi pendidikan di seluruh Indonesia. Sementara pada kenyataannya, pendidikan di Indonesia tidak merata baik baik di kualitas sarana maupun kualitas gurunya. Gerakan Indonesia Mengajar adalah bukti dari kepedulian orang-orang terdidik yang mau melakukan sesuatu untuk anak-anak yang terpencil dimana guru-guru enggan datang ke desa mereka.
Lalu apa yang bisa kita lakukan ? tahun depan Pemilu akan dimulai, ayo berdoa untuk pemimpin-pemimpin yang sungguh mau berbuat sesuatu untuk pendidikan Indonesia. Sebuah doa sederhana, dimana saja kapan saja, untuk perubahan, bukan cuma untuk anak-anak saya, tapi untuk anak-anak anda, cucu anda, keponakan dan generasi mendatang. Mereka berhak untuk mendapatkan pendidikan yang menyenangkan, mereka berhak untuk belajar bukan cuma semata-mata lulus ujian.
NB :
Saya suka sekali dengan cara Pak Iwan mengajar matematika :
Kisah kekacauan UN lainnya bisa dibaca di sana dan di sini.
Untuk menutup tulisan ini, berikut adalah video yang dibuat partner saya sebagai bagian dari pelestarian lagu (yang layak dinyanyikan) anak-anak :
Bagaimana tentang pergaulan anak, mbak? Daripada homeschooling, kan masih ada sekolah yg ga nerapin kurikulum nasional mbak..
yang menerapkan kurikulum IB/IGCSE/Sekolah Alam/australia juga sebenarnya ga sehebat itu koq Gavin. Harga mahal krn kelas harus kecil dan fasilitas lengkap kalau gak konsumen eh ortu ga tertarik. Akhirnya anak2 homogen, nggak ngerti hidup prihatin. Gw kan pernah di belakang layar *oops*
untuk masalah sosialisasi, mereka nantinya ga belajar sama gw doang. Kapan gw nyalon-ny coba. ok pertanyaan lu ini gw bahas jd 1 postingan deh