Setelah menginsyafi bahwa uban mulai muncul di usia 33, sekarang di usia 34 saya dengan lapang dada menerima kenyataan bahwa wajah saya mulai menunjukkan kantung mata. Haha. Nah untuk urusan itu saya serahkan ke Avoskin Eye Cream. Ngefek atau gaknya terus terang saya tidak pantau. Ini setara dengan pemakaian krim muka rutin yang saya dapatkan dari jemaat gereja tanpa tahu kandungannya. Mungkin saya pakai semata-mata sebagai dari sebuah kegiatan supaya merasa sudah berusaha.

Sebenarnya saya tidak akan pernah tahu soal kantung mata ini kalau tidak pernah dikomentari oleh seseorang. Ya harap maklum orang ini sangat peduli dengan tampilan sementara saya hampir tidak memedulikan.
Setiap kali menjalani tahun yang baru, saya tidak pernah berlarut-larut menoleh ke belakang dan berandai-andai kembali ke suatu masa atau menyesali yang telah terjadi. Semua tautan tulisan di bawah ini semata-mata saya buat agar bisa mendapatkan gambaran menyeluruh bagaimana saya bisa seperti sekarang ini. Ada satu hal yang menggelitik ketika saya menemukan kicauan ini, saya menyadari, inilah sebuah kecolongan terbesar dalam hidup saya ketika kepala 2:

Ada seseorang yang sebenarnya membuka cakrawala berpikir saya. Orang tersebut bilang, mungkin kehadirannya dalam hidup karena saya pernah meminta untuk jadi bijaksana dan orang ini Tuhan kirim untuk merenggangkan pola pikir kaku saya. Sekarang saya jadi bisa berempati kepada orang-orang yang masih terkungkung dalam pikiran mereka yang merasa-tidak-bisa persis seperti yang terjadi kepada saya dulu. Okeh empati saya ini sebenarnya tidak bisa dilihat murni 100% mem-pukpuk ya. Seringan saya menempeleng dengan pernyataan-pernyataan tajam yang tidak disaring.
SOAL TAMPILAN LUAR
Di usia baru ini saya mulai memilih merawat diri saya dengan olahraga dan perawatan kulit semata-mata setidaknya berusaha memberikan yang terbaik untuk diri karena saya tetap percaya manusia berencana, Tuhan bercanda. Berat badan saya tidak berkurang, wajah saya tidak langsung cerah seperti yang dihembuskan ulasan dengan harapan menaikkan penjualan, tapi setidaknya saya bersyukur saya masih punya uang untuk menjaga hidup sehat tanpa ada daya pikat.
SOAL INDERA YANG LAIN
Kalau selama beberapa tahun belakangan saya memilih untuk tidak memberitahukan bahwa sebenarnya saya bisa melihat masa depan beberapa orang yang dekat dengan saya, sekarang yang kasitahu saja lah. Toh tidak ada tarifnya. Tentu saja dampaknya saya bisa melihat tentang diri saya sendiri. Maka mungkin beberapa kali saya pundung. Bukan soal saat ini tapi soal logika saya berjalan dan meragukan bagaimana bisa masa depan itu terjadi. Nah ini sebabnya saya berusaha untuk tidak terlalu dekat dengan orang atau berkepanjangan mendengarkan curhatan. Saya pasti langsung bisa mendapatkan gambaran yang mana menjemukan saya karena biasanya ketika saya mengirim semacam kode, orang-orang tersebut sering menanggapi dengan tatapan ah-lu-aja-kali-yang-kelewat-paranoid. Itu terjadi kepada Ramot, teman SMA saya Santi dan mungkin ada beberapa orang lain yang enggan saya sebutkan namanya. Ada kebetulan orang yang tidak dekat dengan saya justru saya dapat gambaran jelas, ada juga yang sehari-harinya dengan saya, tidak saya dapati pencerahan sedikitpun.
Kadang saya menikmati, kadang saya juga lelah memiliki talenta ini. Yah adalah sedikit menertawakan ketika orang-orang yang saya ‘lihat’ awalnya optimis lalu berujung isak tangis.
CANDU
Saya punya teori setiap manusia punya candu atau bahasa lunaknya obsesilah. Dalam hal ini ada dua candu yang ingin saya lepaskan dan yang terberat adalah candu terhadap gula. Saya sekarang bisa berempati kepada orang yang sulit melepaskan rokok. Saya pun tidak bisa melepaskan gula. Dengan pola makan sehat yang disediakan kateringpun saya tetap bisa mencari jalan menemukan sumber gula saya. Berat. Saya akui dari semua aspek hidup saya yang belum selesai adalah soal candu.
Penutup
Saya tidak mengucapkan harapan ketika saya ulang tahun karena saya lelah meletakkan iman atas keinginan saya. Banyak hal yang dulu saya pernah imani saya akan peroleh nyatanya tidak terjadi. Selain usaha mengimani yang besar, ada kekecewaan berujung frustasi setelah kegagalannya. Saya berhenti menyusun harapan semata-mata untuk menjaga kewarasan. Saya tetap orang yang menjalani saja dulu apa yang di depan mata sampai akhirnya semua kepingan itu tersusun dengan jelas apa sebenarnya rencana Tuhan dalam hidup saya.
Yah begitulah kisah hidup saya, tidak gilang gemilang tidak juga menginspirasi sekedar rekam jejak yang mungkin berguna bagi orang yang tidak ada bahan bacaan.
Satu pemikiran pada “34”