Saya masih ingat bagaimana saya menangis tersedu-sedu ketika berhenti jadi guru untuk mengurusi sebuah usaha waralaba yang akhirnya keok juga. Keluar uang begitu banyak (buat saya loh ya) usaha itu hanya menghasilkan recehan setara saya memberikan les privat 2-3 sesi. Masih mending Pecel Lele Lela Margonda lah walaupun akhirnya modar juga di tahun 2018 ini.
Seperti Semerbak Coffee yang akhirnya banting setir jualan kopi berganti jual serbuk minuman berbagai rasa, usaha pindahan tersebut masih saya usahakan dengan buat versi mobil baknya. Cuma bisa untuk bayar karyawan. Untuk makan, saya kembali mengajar di sebuah tempat les bahasa Inggris.

Sepanjang 2012-2014 saya tidak mau disebut wirausahawan. Saya malu. Saya tidak bisa hidup dari situ. Saya justru bekerja lebih keras daripada saya yang hanya jadi guru sebelumnya.
Di tahun 2014 saya juga mencoba mengerjakan sebuah pekerjaan sederhana di PR Agency yang justru membuat saya nyaman melabel diri sebagai pekerja lepas. Sesekali saya mengajar.
2015 ketika saya pindah ke Iming, usaha pindahan semakin sepi. Terlepas saya tidak bisa hidup dari situ, saya menemukan orang-orang yang mengajarkan saya sebuah pelajaran hidup tentang kekompakan dalam kehidupan yang serba pas-pasan.
Dari kehidupan yang selalu penuh hiruk pikuk ke kehidupan yang sendirian, saya berulang kali merasakan keterpurukan. 2015 R mulai bergabung dengan Peentar, Jakarta Pro Movers resmi bubar jalan di 2016 dan di awal 2017 saya sudah tidak diperpanjang kontrak sebagai staf media monitoring.

Jualan online di Tokopedia dimulai dengan 1 produk Lysin yang memang saya gunakan untuk kucing-kucing sebenarnya hanyalah untuk membuat saya sibuk sehingga saya tidak merasa kesepian. Padahal berdagang adalah pekerjaan yang dianggap tidak elegan untuk orang tua. Lumayan membuat saya sibuk tapi sekali lagi membuat saya terpuruk karena utang. Saya lalu stres dengan utang. Itu sebabnya saya marah sebenarnya ketika urusan nikah 2014 saja harus berutang. Cuma kan orang Indonesia apa-apa bersyukur, jadi utang tersebut akhirnya bisa selesai di tahun 2017 alias lebih cepat 1 tahun ya disyukuri ae.

Sepanjang 2017 Tokopedia Rumah Steril lagi-lagi cuma mampu membayar karyawan, iuran sampah, membeli barang kebutuhan toko. Persis seperti ketika di masa saya Jakarta Pro Movers. Bedanya makan, 8x dari 11x cicilan motor, kebutuhan sabun, makanan kucing bisa saya tanggung. Mungkin merasa sudah cukup, saya di akhir 2017 sempat percaya diri bahwa di akhir 2018 bisa melenggang meninggalkan R.
Bukannya stabil, usaha ini membesar. Memang energi kesepian dan berusaha mengatur mood saya yang cenderung murung ada gunanya juga. Oh ya soal murung, akhir-akhir ini saya bisa menangis tanpa sebab, tanpa aba-aba. Saya pernah belajar Psikologi. Saya paham ada yang tidak beres dengan saya yang bisa tiba-tiba menangis di mall. Saya tahu batasnya. Saya tahu kapan saya atasi sendiri dan kapan mencari bantuan profesional. Jangan menawarkan solusi berserah, perbanyak ibadah. Ga gitu cara kerjanya.
Saya bersama Bu Yati beberapa kali mencoba membuat makanan basah semata-mata supaya Bu Yati bisa bekerja lebih lama. Sistem gaji Bu Yati berdasarkan jam kerja. Tidak UMR memang tapi tidak juga rodi. Saya bisalah berbangga sikit kalau ditanya LBH Jakarta. Saya ga cuma sekedar donasi ke LBH tapi juga menerapkan hak karyawan seperti yang selama ini LBH perjuangkan. (Tolong dong tulisan ini bisa dibaca direkturnya LBH ehe ehe ehe)
Mei 2018 R mengundurkan diri dari COO Peentar yang diartikan oleh Peentar sebagai berhenti. Mungkin Peentar memang tidak membutuhkan bantuan R lagi. Saya sih bahagia. Sekalipun R itu lemah di tugas rutinitas, setidaknya dia menawarkan ide strategis yang 50% nya saya kacangin, 50% nya saya ikuti dengan sungguh-sungguh.
R memang berhak bilang bahwa keunggulannya adalah strategi. Saya menolak keras ketika R bilang bahwa asetnya adalah otak, lah wong sudah disebutkan urutan perjalanan 1-2-3, dia langsung ke tujuan no 3 lupa no 1 dan 2.
Baiklah 50% saya laksanakan dengan sungguh-sungguh adalah soal POS. Point of Sales. Intinya catat barang, jual, beli, pengeluaran. R yang mencarikan POS yang pas sehingga kami pakai OS POS. Gratis. Online. Jawaban doa banget kan buat usaha kecil melarat ini?
R lah yang sibuk memastikan saya lapor pajak. Saya sih manut-manut aja. Juga ketika R bilang perlunya toko fisik. Awalnya ide R adalah mencari investor. Saya stres soal itu. 2 hari mulas persis ketika jaman saya sekolah setiap mau ulangan Matematika dan Fisika.
Kami pun mencoba mengajukan pinjaman ke BRI, saya kembali semangat memikirkan strategi promo digital di Google. 2017-2018 saya hanya menggunakan media sosial. Kali ini saya coba yang lebih teknis. *Ceile sok pinter dikit biar nanti bisa jadi motipator dihital marheting*.
Lalu beberapa hari ini saya jadi berpikir? Lah ini mah jauh dari pekerja lepas dekat ke pedagang kizmin ngehe sok tinggal landas ala Repelita. Yo wis lah, saya ikhlas menyatakan bahwa saya wirausaha. Setiap pagi saya terus belajar mana modal, mana profit , mana uang pendaftar steril. Lah masak gini aja ga tahu? lah eug dulunya hidup santai jadi guru/ pekerja lepas kalau kurang duit tinggal nyari tambahan proyekan/ privat. Saldo debet kredit aja ga bisa bedain. Yang penting bisa makan dan liburan. Cukup sudah.
Nah beberapa hari yang lalu beberapa teman menanyakan kepada saya gara-gara melihat aplikasi BikunMana buatan Peentar diluncurkan. Mereka bertanya :
- sebaiknya usaha apa?
- apakah jasa psikologi/ isi sendiri bisa dibuat digital?
Poin pertama saya bisa jawab dengan cepat: cobainAjaDulu. Ini bukan kampanye loh. 2010 ketika saya sok-sokan mendukung R yang memang dasarnya mau wirausaha, saya mencoba jual tas, aksesoris, jasa pindah rumah, justru mulai ada titik terangnya di bidang kucing. Manalah saya membayangkan ketika kuliah di jurusan yang saya cita-citakan sejak SMP malah mbelok ke kuli angkut pindahan, nyerong ke perkucingan. Saya ga bilang saya sukses loh ya sekarang. Mulai ada titik terang. Utang belum berkurang-kurang amat koq. Ya inilah akibat dari pedagang kizmin soksial membantu usaha orang lain yang sedang seret. Punya utang karena piutang yang tak kunjung dilunasi. Huahhh.
Memang keuntungan demografi saya adalah manusia Indonesia yang tak beranak dan tak berkarier. Jadi ketika teman-teman seusia saya mikir 1000x untuk mulai dari nol dengan pendapatan yang tak pasti karena ada tanggungan anak dan takut kehilangan candu bulanan bernama gaji, saya sudah menghabiskan stok gagal saya lebih banyak daripada yang lain. Masing-masing ada suka dukanya koq. Toh ketika teman-teman saya bisa makan enak di PIM, saya mengenyangkan diri dulu di kantin karyawan jadi tidak perlu keluar uang banyak hahaha.
Lalu poin kedua, R lebih bisa menjawab karena balik lagi seperti yang saya jelaskan di atas, R lebih bisa lihat gambar besarnya. Untuk poin ke-2 itu toh dia tidak membisniskan masukannya. Tinggal kalian kuat aja mendengar pendapat apa adanya R
3 pemikiran pada “Apakah Saya Resmi Wirausaha?”