Setelah kemarin saya menulis tentang belajar dari myoma, sekarang saya belajar dari Sahabat: sebuah pilihan hidup yang tidak pernah saya rencanakan bahkan ketika saya masih berusia 27 tahun. Uhuk uhuk, ini semacam bentuk kekaguman kepada kalian yang bisa memutuskan untuk menikah di usia muda,, kalian pasti luar biasa sekali di usia 28 atau 33 tahun tidak pernah di malam yang sunyi bilang:
dosa apa yang gue cari mau kawin sama orang ini?
Bukan Vivi Alone – 2019
Iya mengelola usaha itu kaya menjalani perkawinan, mau bubar sudah banyak investasi yang dikeluarkan, mau lanjut, hati ini sudah carut marut tak karuan. Di tahun 2012 saya mulai menjalani kehidupan sebagai pekerja lepas. Kerja apa saja sambil merintis usaha yang penting bisa hidup dalam sebulan. Di tahun 2017 nyaris tidak ada pekerjaan lepas yang bisa saya lakukan. Sebenarnya ketika itu saya tinggal kembali saja bekerja penuh waktu. Namun jiwa petualang saya malah buka toko daring dengan idealisme menyediakan kebutuhan kucing/anjing yang baru saja diadopsi oleh pemilik pemula. Aneh sik emang. Napa sih ga buka lapak demi profit ga usah mikir idealisme-idealisme segala. Gak bikin kaya juga! Heran!
Sahabat ini dibuka Januari 2017 dengan semangat untuk menutupi rasa sepi, untuk merasa berdaya guna. Ternyata modal dorongan kaya begini tidak bisa dipertahankan untuk usaha yang berkelanjutan. 2018 ketika R keluar dari P, Sahabat ternyata belum mampu menjadi penyokong sumber penghasilan kami. R akhirnya memang terbukti tidak lama di Sahabat. Di situ saya untuk pertama kalinya merasa sedih karena harus merelakan 1 anggota tim pergi karena ga sanggup menggaji (R gak setuju istilah menggaji tapi ini kan untuk kebutuhan rima dalam kalimat! hih!). Saya perlu mengubah cara berpikir dari yang tadinya Sahabat untuk mengusir sepi, menjadi Sahabat untuk jadi sebuah usaha yang berhasil
Mengapa setelah R tidak membantu secara penuh Sahabat saya merasa perlu membuat Sahabat ini berhasil? Karena jiwa kompetitif saya tidak bisa sekadar jadi bayangan orang lain. Sekalipun orang tersebut adalah R.
Saya itu SEBAYANG, bukan BAYANG-BAYANG
Vivi Sebayang – 2019
Saya belajar dari Sahabat untuk selalu bisa bangkit kembali sekalipun berulang kali gagal. Dulu usaha pindahan mengajarkan banyak hal soal membuat penawaran harga dan seluk beluk usaha jasa di dunia maya. Namun Sahabat secara beruntun mengajarkan saya:
TERGELAK LAH SEKALIPUN KENYATAAN MENAMPARMU
Vivi Alone – 2019
Sahabat mencoba untuk ikut pameran IIPE, gagal. Sahabat bikin cabang online di Jakarta Pusat, gagal. Sahabat ngemper buka stand di event vaksin gratis juga gagal. Bahkan yang terbaru ikut #tokocabang Tokopedia juga gagal (soal ini saya tulis di ulasan Google Map gudang Tokopedia saja. Ngapa juga nulis di blog). Wirausaha itu sejatinya ingin bilang:
Vivi Alone lagi – 2019
TAHI KUCING ITU USAHA TIDAK AKAN MENGKHIANATI HASIL.
Sekalipun banyak gagalnya, ini adalah tahun yang mana saya paling banyak damai sejahteranya. Iya saya nangis pas divonis myom lah, pas pulang dari gelar lapak dengan gagal sebanyak itu lah. Bahkan saya bisa dengan tenang ketika ada orang yang dengan nyaman ngomongin saya di belakang tapi menghakiminya sudah kaya pasti dapat kavling di surga aja.
Untuk menambah beban penderitaan, saya baru menggaji diri saya sendiri bulan ini sebesar Rp.300.000 dari kesepakatan Rp.1.600.000. Iya segitulah saya menggaji diri saya sendiri. Tentu sebagai manusia kadang saya berkhayal kapan ya usaha saya bisa seberhasil usahanya Mba Lucy Wiryono atau ga jauh-jauhlah seperti teman-teman saya yang buat pet shop juga. Lah ini bikin usaha koq mau liburan aja bisanya modal naik commuterline atau isi bensin Rp.20.000 ngeliatin budidaya tanaman.
Yo wis lah seperti moto hidup saya: Manusia Berencana, Tuhan Bercanda. Mungkin Tuhan yang Maha Bercanda itu sengaja melatih saya untuk rendah hati dengan keterbatasan dana ini karena kalau karakter saya masih yang dulu seperti ketika saya mapan menjadi guru, pasti banyak orang termasuk yang ngemengin di belakang saya sahut:
Ngene yo, cangkemmu meneng tak bayari!
2 pemikiran pada “Belajar dari Sahabat”