Kematian yang Direncanakan

Jika pernikahan dan kehamilan direncanakan secara menggebu, mengapa kematian tidak diperlakukan hal yang sama? Saya sendiri tidak merencanakan pernikahan beberapa tahun yang lalu. Sedangkan soal kehamilan saya cuma kasi batas usia 39. Bersedia mencoba tanpa ngoyo. Cukup pernikahan yang diwujudkan pakai acara ngutang sana sini. Kalau perhamilan, cukup seadanya dana, kalau ga ada dana ga usah maksa segala bayi tabung kaya kaum mapfin aja. Malu sama pegawai BRI.

Soal adopsi tidak menjadi pilihan bukan karena saya tidak sayang anak ya. Sebenarnya saya itu peduli tapi buat saya kalau memang saya tidak bisa menghasilkan anak sendiri, mungkin sebenarnya Tuhan mau kasitahu kalau saya itu gak kompeten-kompeten amat jadi emak. Nah mari membahas kematian. Buat saya hal seperti ini perlu dibuat perencanaan karena saya pernah dengan naifnya menolong sampai hampir 30 anak berkaki empat. Saya ini sudahlah cuma kaum kere hore, lah ya koq pakai acara nolong hewan. Ya maklum, babak pertama hidup saya itu isinya menekan kesedihan dan kemarahan.

Menolong kucing adalah salah satu bentuk saya mengkompensasi kesedihan dan kemarahan sebagai rasa sepenanggungan bahwa kami sama-sama hidup sebatangkara di Depok tanpa punya alamat tetap. Bayangkan saya kesedihan dan kaitannya dengan nolong hewan aja pakai filosofi. Yo pantes to akhirnya di akhir babak pertama hidup, hal yang saya jalani adalah pengangkatan tumor jinak di rahim setengah telur burung unta. Et dah bingung kan lu berapa gede telur burung unta?

Sekarang saya sudah menjalani babak kedua hidup dengan kondisi:

trus emang kenapa kalau ngontrak terus sampai mati?

emang udah trima nasib aja udah dagang pontang panting liburan terjauh cuma bisa ke kabupaten sebelah (Baca: ke Cibinong atau Tangsel), ga bisa ke eropah ya udah?

Di babak kedua ini saya memutuskan hitung mundur menuju usia 70 tahun. Mengapa 70? Cakep aja ngeliatnya kaya SMAN di Jaxel yang (di masanya) hobi rundung junior dan asab kilab itu loh. Ga ding! Itu karena menyadari rata-rata leluhur saya tutup usia di kisaran umur segitu. Saya bukan Chairil Anwal yang merasa butuh hidup 1000 tahun. Bosan. Memang tidak seperti setelah menikah, atau setelah beranak, setelah mati kita ga pernah tahu apa yang terjadi. Namun dengan membuat garis bayangan kurang lebih cabut dari bumi 34 tahun lagi, saya bisa berpikir secara sehat bagaimana mengurus hewan-hewan yang saya pelihara saat ini.

Ya makanya perlu ada anak Vi! Dih, sekalipun ada rencana punya anak, bukan berarti saya langsung begitu saja membebankan anak ini (adopsi atau bikin sendiri) untuk melanjutkan peran mengurus hewan. Menghadirkan anak di bumi ini bukan untuk melanjutkan urusan saya yang belum selesai, bukan juga sebagai bantalan ketika saya tidak punya uang di usia tua atau malah mewujudkan cita-cita saya yang gagal. Biarlah dia memilih sendiri apa yang mau diurus. Sehingga menuju tutup usia, saya perlu dengan secara sadar menggunakan logika untuk atur strategi membereskan kekacauan yang saya buat di babak 1.

Saya menyusun secara seksama berapa ekor sebenarnya kucing dan anjing yang hidup bersama saya. Selama ini saya enggan menghitung karena tidak mau melihat kenyataan. Saya merasa cukup pakai prinsip ya-gimana-nanti. Saya buat susunan mereka berdasar prediksi tahun kelahiran karena 100% dari mereka berasal dari jalan. Saya menemukan bahwa kucing rumahan rata-rata bisa bertahan hidup 10-15 tahun, tapi untuk kasus kucing kami sebenarnya harapan hidup mereka bisa lebih pendek dari 10 tahun karena mereka tinggal di sebuah ruangan berukuran 3 x 6 meter yang mana diisi kurang lebih 20 ekor kucing. Sungguh tidak ideal. Jadi bisa sampai umur 8 tahun saja sudah bagus sekali. Makanya mukjizat buat saya Mba Loci masih hidup dari sekarang (ikut bersama kami sejak 2014, diambil dari Pasar Kemiri Muka). Saat ini rata-rata usia kucing adalah 2 tahun (bisa dilihat ada 10 kucing lahir di tahun 2018), maka kalau mereka bisa hidup 15 tahun, kurang lebih kucing-kucing ini akan habis di tahun 2035-2037. Bisa lebih cepat tentu saja karena lingkungan tinggal mereka bukan indoor ideal seperti gambar di pinterest.

Selama 15 tahun ke depan maka tidak ada hewan yang bisa saya ambil. Ini menantang buat saya karena saya sudah terlanjur selama 8 tahun punya kebiasaan nolong kucing di jalan. Sekarang saya harus tutup mata, balik badan karena realita membuktikan: dana terbatas apalagi umur saya.

Baru di sekitaran 2035 jika saya masih mau memelihara hewan, saya bisa memilih 1-2 ekor karena di tahun segitu usia sudah sekitar 51 tahun dan masa hidup saya sudah tinggal 19 sampai 20 tahun lagi lah. Untuk menyambut usia pensiun 55 tahun (akan terjadi di 2039) saya sebenarnya belum menyiapkan dana pensiun secara layak (baca: belum rutin iuran bulanan Bibit nih haha). Baru recehan saja (baca: BPJS Ketenagakerjaan). Nah sadar diri dong, kalau badan makin menua, tenaga makin berkurang, dan dana pensiun belum terlalu dipersiapkan, ya paling benar pindah ke tempat yang lebih kecil dari kontrakan yang sekarang, hidup lebih dengan sedikit barang dan sedikit hewan, biar sedikit pengeluaran. Pokoke kaya menerapkan Marie Kondo lah. Lagi-lagi di sini saya tidak memposisikan anak (kalaupun ada) sebagai bantalan untuk membantu keuangan saya di masa tua.

Saya kemudian punya target beberapa tahun sebelum saya selesai hidup di bumi, saya tidak memiliki hewan lagi. Mengapa? Saya pastikan dulu hewan saya mati baru saya. Jadi saya tidak membebani manusia yang hidup dengan harus memelihara hewan dari almarhumah saya. Tahun 2050 itu prediksi bumi akan rebutan sumber pangan, suhu sudah terlalu panas, mungkin pandemi atau lagi ancang-ancang perang dunia ketiga karena terlalu banyak manusia, sedikit sekali makanan. Jadi buat saya realistis memastikan saya tidak ada tanggungan mahluk hidup berkaki empat yang harus saya pikirkan nasibnya. Saya tentu berharap, ketika saya tidak ada lagi di bumi, bukan cuma barang bisa diberikan ke orang lain, tapi juga organ tubuh. Namun tidak tahu apakah regulasi Indonesia di masa depan udah terima macam-macam selain kornea?

Bagaimana jika jadwal saya di bumi ini meleset? Lebih cepat atau lebih lambat? Jika lebi cepat, setidaknya saya sudah berkomitmen untuk tidak terima kucing sampai 15 tahun lagi. Jika lebih lambat, saya belum bisa memikirkan langkah apa lagi yang perlu diambil selama rentang waktu tersebut.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s