Sifat dasar saya adalah menghindari tanggung jawab di sebuah situasi yang butuh pemikiran panjang. Itu sebabnya sekalipun saya adalah pendiri Rumah Steril sejak 2014 dan Sahabat Pet sejak 2017, saya sebenarnya selalu menghindari menyebutkan diri bahwa saya pemimpin tertinggi di kedua usaha ini. Saya senang berlindung dengan menjuluki diri saya ‘cuma tukang gelar lapak koq’ atau ‘cuma koordinator‘ seperti seolah-olah masih ada bos lagi di atas saya. Alasan pertama, saya merasa uangnya tak seberapa. Di kepala saya, seseorang menyebut dirinya CEO jika bergaji puluhan juta, pergi ke kantor dengan penampilan paripurna, seliweran di media sosial karena dapat investasi seri A,B,C lalu mencoba menyeimbangkan diri antara kerja dan kehidupan pribadi.

Sayangnya realita ala Depok tidak begitu, investasi yang ada cuma Kredit Usaha Rakyat BRI, kemana-mana pakai celana pendek sandal jepit beli di pasar malam. Tidak ada yang necis. Paling kesamaan saya dengan Kang Sa Ra (mbak CEO di atas) adalah sama-sama tidak minat urus rumah.

Alasan kedua saya memposisikan diri cuma admin atau cuma pedagang semata-mata saya menghindari peran yang harus saya ambil seutuhnya ketika menjadi pemimpin. Saya juga baru sadar ada 4 hal yang perlu diatur seorang pemimpin usaha pas ikut sesi mba Ligwina yaitu:
- Keuangan
- Mengelola SDM
- Sales & Marketing
- Research & Development
Dari usaha dimulai sampai 2018 saya asik beralasan bahwa usaha ini cuma sekadar mengisi rasa sepi saya. Lalu 2018-2020 saya merasa bisa menjalankan usaha sekadar modal poin no 2&3. Saya buenci bin alergi poin no 1. Saya selalu beralasan, kalau saya harus mencoba memahami Akuntansi, harusnya saya gak usah masuk Psikologi aja sekalian. Huh. Sampai saya disadarkan bahwa usaha saya goyang dihantam pandemi. Siapa sih yang akan menduga sebelumnya akan datangnya COVID-19 ini. Usaha yang selama ini tidak pernah dana darurat, akhirnya masih berdampak sampai THR-an 2022: semua pegawai bisa dapat THR kecuali saya. Tindakan ini semata-mata saya lakukan kepada diri saya sendiri yang bertahun-tahun menghindari tanggung jawab masalah keuangan.
Halo CEO RUMAH STERIL
Baiklah saya akan kasi gambaran seperti apa keseharian saya mengelola 4 hal itu di dua usaha yang model bisnisnya beda jauh (menurut saya). Dari Rumah Steril dulu. Dari segi keuangan, sebenarnya tidak ada masalah karena urusan uang beres per project. Namun karena usaha ini masih usaha perseorangan, maka urusan transfer pembayaran ya masih saya yang kerjakan kan semua mobile banking Rumah Steril masih di HP saya semua. Ada admin yang input semua transaksi setiap kali sterilan kelar, ada manager keuangan yang audit (baca: suami-tenaga kerja murah meriah adalah keluarga), tugas saya ya tinggal duduk manis megangin HP transfer-transfer.
Urusan SDM, saya akhirnya turun tangan bergerak mengingat ada 2 admin, ada 5 dokter, 1 asisten dokter, 1 tim pet taksi. Pasti ada aja gesekan perihal cara kerja, yang mana saya perlu mencari titik temu supaya semua sama sama enak, ga ujug-ujug pecat orang. Nah di bidang ini saya merasa jago. Langsung aja tahu langkah apa yang perlu dilakukan.
Urusan sales dan marketing itu benar-benar putar otak mempromosikan hal yang sama dengan cara yang berbeda. Sampai saat ini tidak ada admin di belakang website dan media sosial Rumah Steril. Semua saya jawab satu per satu. Saya meluangkan waktu edit video, canva, dan copy writing untuk hal ini. Lagi-lagi karena saya suka. 2021 ketika COVID-19 muncul dengan varian barunya, Rumah Steril juga muncul dengan cabang-cabang barunya. Sesuatu yang tidak saya bayangkan sebelumnya. Dari 2014-2019, saya selalu bersikap penakut, hanya ingin di Depok saja. 2020 akhirnya saya mulai sadar, gak mungkin gini gini aja.
Urusan research & development, saya terus menerus mencari ide baru bagaimana proses pendaftaran peserta lebih user friendly dan minim human error. Ide dari saya, eksekusi ya bukan saya. Kan ada IT support (baca: lagi-lagi suami) Belum lagi mempertimbangkan soal nambah cabang baru, pasti langsung lihat poin SDM kan. Apakah load kerja admin masih bisa ditambah? Gitu-gitu saya masih okeh deh. Beres nih urusan Rumah Steril.


Hai Bos Sahabat
2017, Sahabat adalah obat kaget saya karena kontrak kerja lepas sebagai admin media monitoring di sebuah PR Agency tidak dilanjutkan. Saya awalnya cuma reseller jualan teman yang kebetulan punya pet shop. Lalu saya sadar di tahun 2018, bahwa reseller itu cuma dapat capeknya, untung tak seberapa. Ini terjadi karena semua pedagang besar akhirnya jualan online lalu mengambil untung setipis panty liner. Tentu karena mereka bermodal besar, rasa sakit terima untung per produk cuma beberapa ribu rupiah tidak terasa karena mereka main volume, tapi untuk reseller ya berderai air mata. Akhirnya saya mulai memikirkan ulang toko ini.
Mari bahas dari soal sales dan marketing toko ini. Saya baru di 2018 mendefinisikan secara spesifik siapa pembeli Sahabat. Saya selalu membayangkan pembeli Sahabat Pet adalah orang yang baru menolong kucing atau anjing dari jalan. Jadi saya tidak menjual berbagai rupa pakan yang harganya sudah dibanting-banting tiada terkira itu. Kami memproduksi sendiri produk seperti salep, minyak Sahabat, puding dan sebagainya. Tentu saja produksi tersebut karena ada dokter hewan yang meresepkan obatnya lebih dulu. Selalu ada lah sindiran di media sosial burung biru gendud ‘ih produk buat hewan tuh harusnya lulus ijin Kementerian Pertanian‘ iya dah iyaaa.
Untuk keuangan, Sahabat dari 2018 sampai 2021 cuma ada P.O.S. Baru 2022 ini ada Jurnal.id. Lumayan tertampar karena semua terlihat nyata, usaha yang saya jalani gelagepan melihat biaya penyusutan haha. Sebelum-sebelumnya kan ga kepikir biaya penyusutan sis. Dulu kalau ada barang kosong, ya sudah beli aja. Sekarang ada budgeting tiap bulan. Beli gak bisa lari dari apa yang dibudgetkan.. Rapat budgetnya ga sekeren di drakor yang ruangannya cakep beud gitu. Cuma di ruang makan bersama satu pegawai. Oh iya kantor Sahabat Pet dan Rumah Steril ya kontrakan saya sendiri. Lalu ruangan pegawai berkumpul ya di ruang makan tepat begitu anda melalui teras. Alias, tidak ada ruang tamu, tidak ada ruang kerja. Begitu masuk ya meja kerja karyawan dan meja makan. Jadi kami telah terbiasa merangkap rangkap: makan sambil kerja, rapat sambil makan. Coba perhatikan sekali lagi, KONTRAKAN. Apa gak lebih bagus jadi pegawai di Jakarta yang masih bisa beli rumah di Cisauk atau Citayam? Koq ini lepel chiep tapi ngontrak. Yah pilihan hidup orang kan beda beda sis.

Urusan mengelola SDM, 11 12 sama Rumah Steril saya jago, cuma kadang ya saya suka gedek.. ada aja dah masalah pegawai ini yang mau ga mau saya selalu cuma bisa milih satu saklar dalam satu satuan waktu. Kalau ada masalah pegawai yang harus saya beresi mau gak mau saya jadi berhenti dulu ngoprek canva, mikirin iklan yang murah meriah efektif gimana. Kalau saya lagi mikirin soal materi promosi, lalu ada keributan pegawai untuk masalah sepele, mau tidak mau kadang ya saya abaikan dulu. Kepala cuma 1, konsentrasi saya juga terbatas.
Untuk R&D, Sahabat Pet ini sejujurnya saya tidak terlalu memikirkan karena seperti sudah mentok tidak ada ide lagi. Saya jadi lebih banyak melamun ketika saya sendirian hanya ditemani Youtube Sac Dep Spa. Rasanya tenang saja memperhatikan ‘biji biji beras’ itu dipanen satu per satu (saya sengaja anda cari tahu sendiri konten apakah Sac Dep Spa itu). Ada sesekali di tengah melamun itu sambil mikir mengapa untuk membuat sabun tanah ada label halal mahal sekali, bagaimana meningkatkan penjualan dengan budget promo yang pas-pasan? kepada siapakah aku curhat soal HAKI.. dan masih banyak hal lain. Cuma ya gak ada kelanjutan dari hasil perenungan itu

Selamat Siang Ibu Guru
Teman saya, Mira, seorang guru tidak akan pernah benar-benar berhenti mengajar. Kurang lebih itu yang terjadi pada saya saat ini. Di tengah urusan Rumah Steril dan Sahabat Pet, saya masih meluangkan waktu mengajar seorang anak yang mogok sekolah dengan mengajar privat kejar paket A. Malam-malam membaca materi dari Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia sampai PPKn juga bagian dari keseharian saya.
Kesimpulan
Semua hal di atas selalu menjadi bagian keseharian saya, itu pun saya juga masih sering turun tangan membantu pegawai jika mendadak ada orderan banyak/ hewan perlu dijemput mendadak sementara pet transport full/ ada komplen dari pelanggan. Keseharian ini kadang terasa sepi karena saya tidak punya teman bicara seputar strategi marketing usaha mikro atau bagaimana sebenarnya kelola keuangan level warung.
Sungguhlah saya tetap berbahagia di tahun ke-10 saya berwirausaha, saya sudah terampil membagi waktu tidak hanya kerja kerja kerja tapi selalu ada waktu maraton drakoran. Di masanya nonton drama korea pernah saya gunakan untuk menutupi kecenderungan depresi yang ada di diri saya. Sekarang, karena saya sudah konsul ke profesional, drakor sudah tidak menjadi sumber pelarian lagi. Saya masih menonton sebatas nongkrongin adegan kiss muah muah. Haha.
Manajemen kedua usaha saya, selain pakai logika juga banyak pakai doa. Kalau untuk Rumah Steril tentu saya selalu berdoa keuangan mereka kuat, badan mereka sehat. Sedangkan untuk Sahabat Pet yang saya akui cuma bisa hidup dari bulan ke bulan mau bikin promo jor-joran aja kebingungan. Saya sering malam-malam cuma memohon Tuhan mengadakan mukjizat sehingga gaji karyawan terbayar sambil sesekali bertanya kepada Tuhan harus apa lagi supaya usaha Sahabat ini membesar.
Akhir kata, seperti kata Tante Feb:

Satu pemikiran pada “Berani Memimpin”