Psikologi mempelajari perilaku manusia, Ilmu Komunikasi mempelajari bagaimana proses penyampaian pesan secara efektif. Kedua lulusan ilmu ini sering disalahartikan bahwa mereka kudu bisa menyelami apa yang orang rasakan lalu bersikap ramah kepada orang tersebut (berdasar pengalaman pribadi penulis, red.). Tentu saja itu sebuah pemahaman yang salah kaprah. Bersikap ramah ala customer service via telepon cukup dipelajari melalui pelatihan singkat mengikuti manual yang dibuat. Ikuti langkah per langkah lalu lupakan cacian makian customer karena jaringan infrastruktur yang memang lemah. Lagian untuk saya, bersikap ramah itu hanya muncul di waktu tertentu karena:

Kampanye untuk Menggugah
Memahami perilaku manusia (PSIKOLOGI) dan menyampaikan pesan secara efektif (ILMU KOMUNIKASI) bisa menjadi duet maut untuk menciptakan sebuah kampanye ataupun sebuah propaganda. Memang propaganda selalu dikonotasi sebuah kampanye negatif pencucian otak sekelompok masyarakat untuk kepentingan politik. Makanya nak ahensi lebih memilih kata campaign dibanding kampanye agar kesannya lebih netral. Padahal mah ya tetap mempropagandakan sesuatu sekalipun tanpa unsur politik. Mau contoh? Kampanye alas bedak dengan beragam pilihan warna untuk mengakomodir perempuan berkulit gelap seperti saya, kampanye sampo yang gak melulu memuja rambut lurus, kampanye pria juga bisa pakai lip balm. Itu semua adalah propaganda bahwa produk di pasaran sedang bergerak ke arah merangkul konsumen yang heterogen. Tentulah tujuan akhirnya selalu ke kenaikan penjualan. Jika tidak tim keuangan akan berteriak mengeluarkan dana begitu besar untuk sebuah kampanye tidak ada hitungan imbal baliknya. Namun tenang, tim kami ini fokus untuk menggugah. Bahwa ujungnya ada peningkatan penjualan itu bonus.
Mari Mulai dengan Tim Komunikasi Marketing Digital
Memang duet Ilmu Komunikasi maupun Ilmu Psikologi tidak melulu berakhir di penggarapan dunia marketing. Namun harus diakui bersama, yang kuat modalin riset ya dunia marketing. Dunia akademisi cuma bisa menyediakan dana sekadarnya. Untuk Ilmu Komunikasi mungkin bisa berharap bahwa jika tidak di dunia ahensi (baca : praktisi kampanye marketing), bisa berharap di dunia media jurnalistik. Cuma sayangnya, idealisme selalu dihantam realita. Media pun sekarang ada hitung-hitungan uangnya per karya yang dihasilkan 🙂 (baca: klikbait, jumlah penonton, jumlah likes dsb dst)
Dimulai dari Mengapa?
Setelah malang melintang mencoba beragam pekerjaan, per 2022 saya akan membentuk sebuah tim PR-online marcom agency untuk kebutuhan 3 UMKM yang saya ikut berpartisipasi : Rumah Steril, Sahabat Pet, dan Sobat Satwa Depok. Tim ini dirintis setelah saya kelar ambil kursus BelajarLagi. Dimulai dari dasar menyusun dasar untuk salah satu dari ketiga UMKM di atas. Rumah Steril sekalipun usaha yang paling lama justru belum membuat dasar komunikasinya akibat sering koboy mengandalkan mood si CEO (baca: saya). Sahabat Pet sudah membuat dasar manual per produk tapi belum membuat payung besar manual komunikasinya. Jadi yang paling siap justru UMKM yang paling bontot yaitu : Sobat Satwa.
Menulis Menulis Menulis
Pembuatan manual ini penting karena di sini lah peletakan landasan berpikirnya. Sesuatu yang perlu dipelajari oleh lulusan sarjana Psikologi/ Komunikasi. Selalu mulai dari landasan berpikirnya dulu. Meloncat ke ‘apa kita bikin tiktok?’ ‘apa kita bayar influencer?’ membuat sistem berpikir kita tidak runut. Mengambil tindakan meloncat ujug-ujug ala koboy bukan berarti tidak akan berhasil ya tapi seringkali bagai menembakkan peluru ke segala arah. Bisa kena berhasil, bisa ga kena buang buang energi.
Jadilah saya bersama 1 admin menyusun manual. Dari manual ini (kami buatnya dalam bentuk salindia) tertuang :
- Personality merek
- 4P tiap UMKM
- Problem statement
- Digital owned asset
- Value proposition
- Target audience
- Interest research
- Perceptual mapping
- Competitor analysis
- Campaign goals and objectives
- Timeline campaign
- Campaign structure
- Dan tentu saja pencapaian hasil setelah campaign
Tentu saja ada yang belum terisi, belum pas, perlu perbaikan dan sebagainya. Namun buat kami setidaknya kami memulai dari menyusun landasan berpikir saja sudah bagus banget untuk ukuran usaha mikro.
Dari landasan berpikir tersebut, kami memang sudah membuat panduan teknis dari tone voice yang akan digunakan sampai pemilihan jenis huruf dan warna di tiap UMKM. Kekurangan kami cuma satu. Bagaimana membuat konten yang efektif. Ini rencananya jika semesta mendukung kami akan belajar dengan empu nya langsung di Bali.. Iya kami fokus membuat konten efektif bukan viral. Salah kaprah kedua tentang komunikasi marketing adalah bahwa sebuah konten kudu viral.
Komunikasi Marketing itu bagai sebuah pertandingan maraton. Ini soal terus menerus tekun bukan ujug-ujug mengejar viral
Vivi Alone 2022
Agar tim ini mumpuni maka kemudian tim ini akan segera ketambahan anggota: 1 pembuat konten, 1 penayang konten (sekaligus jadi admin media sosial untuk 3 umkm). Saya bertugas memimpin orkestra ini. Sementara admin saya yang selama ini sudah membantu akan bersama saya fokus pembuatan caption dan naskah alias penceritaan. Menulis caption atau naskah cerita tidak sesederhana itu loh. Balik ke Ilmu Komunikasi fungsinya adalah mempelajari proses penyampaian pesan secara efektif maka semua ada mekanismenya sambil tak lupa memadukan sisi kreatifnya. Kami berempat perlu duduk bareng memikirkan konsep konten setelah manual itu kokoh kami susun. Harapannya seperti menyusun skripsi: di dalam landasan teori yang kuat, terdapat hasil penelitian yang tajam. Tentu kalau dalam kasus kami ya hasil kampanye yang tepat sasaran sesuai kebutuhan UMKM kami ya.
Begitulah. Tanpa ada gunting pita, tanpa ada upacara mari kita mulai Sahabat Hidup Makmur Agency menjadi sebuah digital marketing agency yang mumpuni, adekuat, dan menerapkan evidence based management. Cakep!

2 pemikiran pada “Orang Psikologi yang Bermain dengan Ilmu Komunikasi”