Di Jumat yang sumuk bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda, saya sesekali menulis yang serius ga melulu cerita tentang haru biru hidup seorang pebisnis mikro. #hasek #udahGaMauDibilangPedagangDoi #PebisnisTapiMikro
Sebelum sibuk mencari tahu emang apa sih keahlian Vivi koq mbahas soal bonus demografi, pendidikan, wirausaha dan tetek bengek lainnya, please lah tengok sikit Linkedin saya. Lima tahun mengajar di dunia berkebutuhan khusus, 10 tahun di wirausaha, ya sudah sewajarnya saya angkat bicara. Saya bukan selebtwit yang apapun masalahnya mendadak jadi ahlinya.
Bonus Demografi Indonesia
Frase ini pertama kali saya dengar itu tahun 2012. Ketika itu saya menghadiri pertemuan Indonesia Mengajar di Gedung Perusahaan Gas Negara. Diucapkan oleh Anies Baswedan dalam pidatonya menyambut para sukarelawan yang akan menjelaskan profesinya ke sekolah-sekolah di Jakarta.
Saya ketika itu baru ngeh bahwa bonus demografi Indonesia diharapkan menjadi penggerak ekonomi Indonesia. Bukan lagi sumber daya alam yang dikeruk habis tapi sumber daya manusia lah yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia pesat. IDEALNYA. Nyatanya meloncat ke tahun 2022 ketika tulisan ini dibuat, Indonesia tidak pernah lelah mengeksploitasi sumber daya alamnya dan mengabaikan sumber daya manusianya. Bukti sebagian kecil terlampir:


Seringan fans pemerintah langsung menggunakan kesalahan berpikir dengan bilang: TAPI KAMU GA TAHU VI,, LIHATLAH SKRG KITA ADA TOL JAWA..Ada tol Sumatra!! Aarrrgh. Nah ini nih bukti bahwa lulusan sarjana Indonesia kemampuan nalarnya cuma setara SMP di negara Skandinavia. Mbahasnya apa argumennya apa. Jaka sembung naik ojek. Bahasa Inggrisnya:

Untuk sumber daya manusia? Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan sebenarnya berusaha agar guru PAUD diakui tapi ditolak DPR. Juga berusaha mengatasi gizi buruk dan TBC yang kembali meningkat paska pandemi C-19. Begini gambaran masyarakat pada umumnya:

Namun usaha-usaha yang dilakukan ini kalah cepat dan kalah besar dengan PUNCAK BONUS DEMOGRAFI yang akan hadir di kisaran perayaan ke-100 tahun Sumpah Pemuda. Berdasar data per 2022: 1 dari 3 anak Indonesia gizi buruk, 1 dari 9 anak perempuan Indonesia mengalami perkawinan anak. Bok bonus demografi apa yang bisa dikebut dalam waktu 6 sampai 8 tahun ke depan dengan kondisi begini?


Puncak Bonus Demografi
Ternyata bonus demografi ini pake ada acara puncak aja seperti Akademi Indosiar. Saya baru ngeh pas membaca Tirto di sela-sela jam jadi asisten. Bahwasanya Presiden Joko Widodo di pidatonya tahun 2015 menyadari bahwa Puncak Bonus Demografi bisa jadi pedang bermata dua.

Silakan baca saja lengkapnya di Tirto ya di: https://tirto.id/bonus-demografi-menjelang-100-tahun-sumpah-pemuda
2 negara yang sukses memanfaatkan ini adalah Korea Selatan dan Singapura. Harusnya Tirto mencantumkan negara yang gagal karena kemungkinan Indonesia condong ke sana daripada ke Korsel atau Singapura. Indonesia ini kan bagaikan anak yang ditanya kenapa nilai ulangannya 5.5, dia akan menyebutkan nama teman-teman yang nilai ulangannya 3 atau 4. Gak merasa perlu koreksi diri kalau saja belajar cukup serius minimal 7 kepegang.
Gambaran Bonus Demografi: Lulus SD Rame
Tirto sudah cukup menjelaskan bahwa hampir 50% si bonus demografi ini cuma lulusan SD. Nah sederhana saja. Lulusan sarjana saja levelnya setara SMP di negara Skandinavia. Lulusan SD mau diharapkan apa selain lagi-lagi jadi buruh murah? Saya sedih sekali melihat kondisi ini karena mereka inilah yang suka dieksploitasi oleh bangsanya sendiri yang kebetulan makan pendidikan tinggi dan punya modal untuk mempekerjakan bangsanya sendiri semurah-murahnya. Sebenernya gak salah si orang yang membayar. Emang pilihan tenaga kerjanya buanyak. Lu gak mau? Yo wis masih ada 138 orang antri menggantikan posisi. Belum lagi jual beli di negara ini kan selalu berputar pada poros siapa-yang-kasi-harga-lebih-murah. Mau gak mau karena sewa bangunan dan harga bahan baku selalu naik, ya apalagi yang ditekan selain honor karyawan?

Saya pribadi sebagai pebisnis kelas mikro sangat ingin mensejahterakan karyawan tapi daya beli masyarakat juga segitu-gitu aja. Halu-halu Bandung lah namanya di atas kertas arus kas.
Bonus Demografi yang Plenga Plengo
Marilah melompat ke bonus demografi yang dianggap beruntung: lulusan diploma dan sarjana. Masalahnya klasik sejak era saya masuk kuliah tahun 2002 lalu: gak siap kerja. Lengkapnya bisa baca di https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20221025144555-92-865131/sarjana-susah-cari-kerja-siapa-yang-salah?
Hadeuh sumpah lah ini kaya… Et dah 20 tahun ini apa yang dibenerin sik? Tapi saya gak menyalahkan institusi pendidikan tinggi saja. Saya sejujurnya melirik juga ke orang-orang yang bisa duduk di bangku kuliah. Lu ngapain aza malih, udah lah megangnya ponsel pintar ga cari tahu apa yang lu pengen dan fokus tajemin sekill di situ? hmm? Hmm? Namun apa lah mau dikatakan. Mereka ini kan dibesarkan oleh lingkungan yang mencekoki, mengindoktrinasi supaya nurut, ga pernah mengizinkan mereka merdeka berpikir. Isinya lingkungan mereka ini siapa? Ya kita-kita ini to. Para orang tua ataupun orang-orang yang dituakan yang bisanya hanya mengulang pola pengajaran abad 20. Padahal kita sudah abad 21. Sudah beda cara kerjanya.
Baca deh artikel CNN di atas, salah satu saran pakar ekonomi UI menyarankan agar lulusan sarjana mempelajari usaha f&b. Woo tak sesederhana itu pak. 77 tahun Indonesia berdiri sistem pendidikannya fokus agar lulusannya siap jadi sekrup kapitalis persis seperti era revolusi Industri yang sudah lebih dari seabad silam terjadi.
Bagaimana bisa lingkungan pendidikan yang tidak mempersiapkan ilmu kewirausahaan secara adekuat dan lingkungan masyarakat yang berorientasi kerja stabil itu kuncinya adalah jadi PNS lalu mengharapkan akan menghasilkan generasi yang langgas cekatan melihat peluang dan bisa cari duit dari situ? Sejak kapan nanam biji pepaya berbuah mangga sik?
Quo Vadis Puncak Bonus Demografi Indonesia?
Sebagai bangsa yang cara penyelesaiannya selalu : ya-liat-nanti-gimana-entar, memang lah Indonesia akan melalui momen ini dengan biasa saja. Biasanya balik lagi diharapkan agar mari masyarakat, pedagang umkm, hayuh bantu cari solusi bersama jangan cuma kritik pemerintah Ho oh dah ho oh. Kaya gini dikerjakan bersama rakyat tapi kalau urusan eksploitasi alam/ manusia dikerjakan bersama kolega.
