Menghadapi NANTI

Tulisan terakhir saya soal belajar mengekspresikan kesedihan lalu belajar untuk tenang. Sekarang ini soal saya yang belajar menghadapi orang lain yang bilang ‘NANTI..’. Mungkin untuk orang pada umumnya, menghadapi orang mengucapkan ‘nanti’ terasa biasa saja. Namun itu agak berbeda di saya yang punya kecenderungan semua dikerjakan sat set wat wet gak usah kebanyakan nembak (baca : ntar ntar ntar).

Di babak pertama hidup, saya terbiasa menyelesaikan segala hal sendiri. Kasarnya, sebelum orang lain bilang ‘nanti ya..’, kerjaan tersebut sudah selesai duluan. Bukti nyatanya ya saya selesai kuliah sarjana di UI cukup dalam waktu 3.5 tahun saja. Di babak terakhir hidup, saya pelan-pelan menyadari bahwa ada tugas/ pekerjaan/ urusan yang tidak bisa saya selesaikan sendiri. Saya beneran dibuat harus menunggu sampai semua pihak menyelesaikan bagian mereka. Mengapa gak saya ambil alih saja kerjaan mereka seperti yang saya lakukan di babak pertama hidup? Ya karena tidak sesederhana itu.

Babak terakhir hidup saya dalam hal NANTI ini misalnya ‘nanti ya punya anaknya setelah..’ atau ‘nanti ya urusan legalisasi rumah‘ sampai ‘nanti ya saya cek di sistem‘ . Apakah urusan punya anak dan sertifikat tanah semudah saya ambil saja dulu di minimarket dan bayar pakai QRIS atau Shopee Paylater? Nggak kan.

Jadi ada 3 pilihan yang saya lakukan jika orang lain bilang NANTI kepada saya :

  • Kerjakan sekarang
  • Dahlah kukerjakan aja sendiri
  • Hmm cakap sampah saja

Kerjakan Sekarang

Di kepala, saya menggolong-golongkan orang koq. Kalau orang lain berdasar suku dan agama, kalau saya berdasar dua kategori : bisa dipercaya 95% atau bisa dipercaya 65%. Pernah ada koq orang yang murka sekali kepada saya karena menempatkan anggota keluarga saya sendiri di kelompok kedua. Buat dia, koq keluarga gak dipercaya 100%? Buat saya? seperti kata Welly:

Nah di penggolongan itu saya pisah-pisahkan lagi situasinya apa. Contoh misalnya ada individu A untuk tanggung jawab kepada uang saya percaya 95% tapi untuk urusan nutup pintu lagi setelah urusan selesai saya kasi ponten kepercayaan 65% alias kadang perlu saya ingatkan untuk segera kerjakan

Sudah makanan sehari-hari koq orang yang awalnya bilang ‘nanti saya kerjakan…‘ lalu saya bilang ‘gak. Kerjakan sekarang. gue tungguin.‘ berakhir pundung karena terkesan saya ga nyante banget sik idup. Pasalnya adalah, individu-individu tersebut perilaku sehari-harinya memang tertebak. Kalau gak diminta kerjakan sekarang, ya lupa kerjakan nanti. Bukan karena mereka ingin abai, tapi memang lupaan aja.

Ini biasanya saya terapkan untuk kegiatan yang buat orang remeh, rutin, menjemukan tapi selalu berpotensi bikin blunder jika tidak disiplin dikerjakan langsung.

Dahlah Kukerjakan Sendiri

Masih setelan ala kepala dua, begitu orang bilang ‘nanti ya..’ untuk tugas yang saya bisa gantikan sendiri, maka jika saya sedang berminat, pasti saya ambil alih tanpa ba bi bu. Dulu sih saya suka ngoyo ya langsung ambil alih. Sekarang saya lihat-lihat. Kalau saya minat, ya saya kerjakan. Kalau belum minat ya nanti pasti saya kerjakan duluan jauh lebih cepat daripada yang bilang nanti.

Ini biasanya tugas-tugas yang saya berikan ke orang dengan harapan orang tersebut belajar hal baru atau agar orang tersebut merasa sesekali berdaya gak melulu saya ini terlihat swasembada banget kaya produksi beras era orde baru. Namun karena dua puluh tahun pertama hidup saya dilatih untuk berdikari dan jangan lemah dengan minta tolong orang, maka ya mau ga mau kalau saya membaca gelagat bahwa NANTI tersebut tidak akan terjadi ya sudah saya kerjakan sendiri.

Hmm Cakap Sampah

“oh nanti ya kucek di sistem” atau “oh nanti ya kubantu” sebenarnya kalimat biasa. Namun saya selalu bisa mengendus mana yang akan menjalani NANTInya mana yang cuma abang abange cangkem. Biasanya jika hal tersebut tidak penting ya sudah saya anggap angin lalu. Orang tersebut tidak lalu saya masukkan di otak saya sebagai daftar *ORANG OMDO COCOTE LAMIS* koq.

Langkah yang saya ambil justru cari alternatif orang supaya jadi obat penawar saya gak kemrungsung kemrungsung amat. Begitulah saya menghadapi NANTI. Yang jelas saya berhenti percaya dengan kalimat : ‘aku tanggung jawab nanti‘ halah halah halah cocotmu halahh

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s