Kemarin kurang lebih seharian saya merasa kesepian. Masih sama alasannya dengan minggu lalu ketika saya cerita sesuatu kepada beberapa orang reaksinya cuma satu dua kalimat saja lalu mereka seperti sibuk melanjutkan hidup. Secara terbuka saya menulis di status WA
Bahkan dalam perkawinan pun seseorang bisa merasa kesepian
Vivi Alone 2023
Ketika kesepian menyergap apakah lalu pasangan hidup saya patut disalahkan karena tidak bisa membuat saya merasa sepi? Saya merasa tidak adil jika perasaan kesepian saya kudu dibebankan kepada dia yang mana hubungan yang sehat perlu dilandasi dengan 1 pemahaman :
Siapapun yang ada di dalam hubungan kita entah sebagai pasangan, orang tua ataupun anak, mereka tidak wajib 100% siap sedia hadir untuk kita
Vivi Alone 2023
Saya dan pasangan memiliki jam hidup yang berbeda. Ketika dia bangun minimal 60% pekerjaan harian saya sudah selesai, ketika saya bangun, dia baru selesai dari aktivitas pribadinya. Memang untuk orang lain kami terlihat selalu bekerja bersama-sama. Namun begitu kami tiba di rumah kontrakan, ya kami di ruang masing-masing. Saya selalu di ruang depan memandangi jalan, dia selalu di dalam ruangannya. Makanya saya suka becanda bahwa pada akhirnya kami mirip dengan teman kost.
Seseorang yang membaca WA saya lalu menanggapi dengan : SEMOGA KESEPIANNYA MAKIN JARANG MUNCUL! Saya pun merespon bahwa sikap seperti itu sungguhlah tidak diperlukan. Kesepian itu manusiawi. Hanya karena KESEPIAN itu dianggap oleh orang pada umumnya sebagai sesuatu yang negatif, lalu kudu secepat-cepatnya dan sekuat-kuatnya dihindari.
Saya belajar bahwa kesepian bukan untuk dilawan apalagi dihindari. Kesepian sama saja dengan Kebahagiaan. Ia bisa datang lalu pergi dan durasinya tidak bisa kita atur-atur demi pemahaman apa yang menurut kita baik. Gini lah ambil contoh kebahagiaan bisa menikah. Paling 1 hari itu saja bahagianya jadi ratu sehari habis itu rasa bungahnya berkurang kan? Kebahagiaan ketika akhirnya wisuda, pelan-pelan diganti degup kekhawatiran mencari kerja. Kebahagiaan resepsi pelan-pelan diganti bahwa rumah tangga itu ternyata bisa menjemukan juga. Yang mana kesemua itu bahagia-jenuh-khawatir-kesepian adalah kondisi yang manusiawi. Digebah-gebah agar hilang hanya membuat jiwa kita melawan.
Seharian itu saya biarkan diri saya melangut. Bahkan sanking kesepiannya, saya lebih nyaman tidak ada suara musik apapun daripada harus mendengar alunan lagu.

Saya suka bagaimana Susan David mengajarkan ini. Bukan aku merasa kesepian tapi aku sedang merasa kesepian. Dengan memberi jarak terhadap emosi yang kita hadapi (bisa sedih, bahagia, kecewa, marah, kaget), kita sadar bahwa kita tidak dikuasai tapi kita menguasai emosi tersebut yang mana jika menguasai ya tahu betul tidak selamanya akan berada di dalam emosi tersebut.
Sambil tetap merasakan kesepian itu, saya tetap menjalani kegiatan seperti biasa. Ada sempat pegawai kebingungan pasien tertukar tapi ketika saya menegur mereka saya yakin betul saya tidak mencampur aduk rasa kesepian saya ketika memberi masukan mereka. Dari mana saya tahu? Saya paham betul, dulu jika saya merasa kesepian, saya akan frustasi. Begitu ada kejadian tidak diinginkan, maka frustasi saya meluap langsung. Kemarin saya hanya merasa kesepian tanpa merasa frustasi karena saya tidak memaksa-maksa lagi agar kesepian itu menghilang. Saya biarkan saja ia seperti seolah-olah sedang duduk di sebelah kiri saya.
Lalu ketika kembali ke rumah kontrakan, saya paham betul rasa kesepian itu biasanya masuk jam kritis. Saya secara terbuka menyampaikan ke partner hidup bahwa saya sedang merasa kesepian. Lalu saya pun melukis sekadar menunggu waktu tidur kemudian saya jalan kaki. Memang cuma 15 menit tapi saya percaya kata-kata dari psikiater Stutz : terapi apapun tidak akan berperan apa-apa jika kamu tidak memperhatikan kesehatan tubuhmu. Olahraga dan makanan sungguh sangat penting sekali untuk orang seperti saya agar kesehatan mental tetap terjaga di rentang yang aman.
Apakah setelah olahraga saya sudah membaik? Lumayan tapi ketika menjelang tidur rasa kesepian sempat mulai merayap ketika tiba-tiba teman SD menanggapi WA status saya. Entah bagaimana, akhirnya ada orang yang menyimak keluh kesah saya dan saya jadi merasa plong. Saya menangis sambil membalas WA nya bukan karena sedih tapi semacam terharu karena akhirnya ada mahluk hidup yang bisa menanggapi curhatan saya dengan tepat. Saya anggap saja itu mukjizat dari Tuhan. Bahwa ketika saya berdamai dengan diri saya sendiri dan melakukan apa yang bisa saya lakukan, jawaban dari jeritan hati saya akhirnya terbuka juga.
Begitulah saya menjalani kesepian. Jika saya ini adalah langit dan kesepian adalah sebuah awan kelabu. Ia hadir tapi tak selamanya. Akhirnya ia bergulung karena angin empatik menghembuskannya membuat awan tersebut menjadi semacam uap air saja. Bagaimana jika uap air ini berkumpul kembali membentuk awan? Awan rasa mengasihani diri? Awan putus asa? Awan kekecewaan? Ya pikirin nanti lah. Sekarang nikmati saja damai sejahtera yang dialami