Sambil menulis refleksi 2023, saya meluangkan waktu membaca tulisan lama saya di tahun 2020, 2021, maupun 2022. Saya salut kepada diri saya sendiri karena di tahun-tahun tersebut, tekanan yang saya terima sebenarnya luar biasa (dibanding masa sebelumnya maupun di penghujung 2023) tapi saya bisa tetap menulis seperti tidak ada apa-apa. Bahkan di masa itu tulisan saya sudah berhenti mengasihani diri sendiri. Berbeda jauh dengan masa-masa sebelumnya.
Nah untuk penulisan refleksi 2023 harusnya saya merujuk kepada tulisan ini tapi setelah saya baca ternyata banyak hal yang tidak bisa terwujud jadi malu sendiri deh mau bahasnya. Contohnya adalah tujuan 1 karena kurikulum Psikologi Indonesia menghentikan sementara program profesi, Tujuan 2 soal memiliki anak karena mau itu jalur adopsi atau usaha sendiri sama-sama sedang kepentok, apalagi urusan berat badan hahaha. Ada yang berhasil seperti: tujuan 3 tentang keuangan yang lebih rapi, urusan hobi, dan urusan emosi dan spiritual. Ternyata sedikit ya yang bisa tercapai… itu juga hobi bisa terlaksana rutin karena bagian dari regulasi berduka paska kematian alm ibu.
Terlepas dari pencapaian yang terbatas itu saya memberikan pelukan hangat kepada diri karena sudah menjadi pribadi yang jauh lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya terutama dalam hal mengasihi diri sendiri. Sejujurnya saya gak tahu apakah kondisi di dalam kepala yang lebih tenang ini terasa dan berdampak kepada orang lain khususnya tim kerja saya. Kalau pun terang kedamaian itu cuma terpancar di dalam saya dan gak diketahui orang sehingga orang tetap mengenal sebagai orang yang dingin dan judes ya EGP.
Ada peristiwa di 31 Desember 2023 yang kejadiannya cuma berapa puluh menit tapi membuat saya hampir tidak bisa melihat banyak kebaikan yang terjadi sepanjang 2023. Ketika hantaman itu terjadi, rasanya di atas kepala saya seperti ada awan kelam. Saya tidak terburu-buru menjadi angin menyemangati diri agar awan kelabu itu berlalu, juga tidak dengan agresif menambah ketebalan awan dengan menghakimi diri. Saya membiarkan saja diri itu bersama awan pekat beberapa jam sambil diisi jalan mengelilingi mall sampai 3000 langkah. Detik-detik menjelang pergantian tahun, ada postingan di Twitter yang membuat awan di kepala tersebut menjadi hujan deras. Mata berkaca-kaca tapi tertawa lepas. Seperti fenomena alam standar, setelah hujan deras yang sebenarnya tidak pernah berdurasi lama itu, selalu muncul langit bersih atau matahari, begitulah yang saya rasakan pagi ini diiringi lagu-lagu karaoke pilihan tetangga.

Memasuki 2024 ini sebenarnya juga dalam beberapa minggu saya menuju kepala 4. Saya sudah cukup berlatih bahwa setiap tahunnya, setiap bulannya, setiap masanya, saya selalu tidak perlu menyiapkan banyak langkah strategi. Sebuah prinsip yang saya pelajari karena masa kecil saya rutin bermain halma dan congklak (saya tidak paham main catur sekalipun alm bapak saya mengajari berulang kali). Misalnya 2024 saya mau lanjut ambil profesi, bagaimana bayar cicilannya? lah wong usaha saya lagi megap-megap? Ya udah pikir nanti tabel harga semesteran dan durasinya toh belum ada. Mau usaha punya anak tapi belum ada dananya? Ya udah pikirin yang gampang dulu : atur budget masak bulanan misalnya.
Bisa olahraga sampai akhirnya lari lima kilometer syukur, bisa atur makan sampai kembali turun 1 kg dalam setahun juga syukur. Gak bisa itu semua juga tetap bersyukur. Kalau kepala 4 adalah babak dalam sebuah film seperti yang dibahas di Jatuh Cinta Seperti di Film-film, maka babak hidup saya bisa saja baru memasuki babak 1 dari sebuah film sekuel alias menceritakan tokoh utama paska sukses hidupnya yang telah diceritakan di film 1 dan film pertama tersebut meraup box office makanya ada sekuel. Bisa jadi masih dalam 1 film memasuki mid point yaitu false belief si tokoh utama mulai teruji atau malah twist and turn yaitu ketegangan meningkat karena perubahan fase dari 1 ke fase selanjutnya yang lebih sulit. Apapun itu :

Leave a Reply