Dalam beberapa hari saya harus menerima kematian dan kegagalan secara beruntun: ibu saya meninggal sekaligus program inseminasi buatan belum berhasil (et dah Vivi pake acara bilang belum seolah-olah masih ada dana untuk kembali mencoba). Saya pikir saya akan sedih tidak karu-karuan. Ternyata saya hanya menangis sebentar tanpa gegerungan, menyekanya, lalu lanjut mengerjakan tugas sehari-hari. Tentu selalu ada jam kritis seperti ketika saya menulis ini.

Sebagai orang yang sempat berpengalaman dalam hal menyalahkan diri sendiri, membawa diri dalam keterpurukan terdalam, dan tak lupa mengasihani diri sendiri, saya cukup cepat memilih lagu-lagu yang semakin membuat saya melangut sambil saya menulis ini. Saya menghabiskan 3 kopi pahit + 1 mie goreng. Gaya hidup sehatnya liboor dulu.

Namun kali ini, secara umum saya tenang. Saya sendiri bingung bagaimana saya bisa seperti ini. Jadi terus terang saya tidak bisa membagikan resep apapun kepada orang lain. Keikhlasan, ketabahan, dan kekuatan yang ada pada saya ini blass saya gak tahu dapat dari mana. Percayalah pastinya bukan dari kata-kata penguatan orang lain. Kalau orang lain yang bilang untuk ikhlas, tabah, dan kuat kepada saya pasti orang itu saya sahuti : Bacot basa basi itu ga usah diomongin, coba sini lu di posisi gue.

Ini kalau saya yang dulu, pasti saya sedang asyik berandai-andai menyalahkan diri sendiri lalu lanjut asyik mencela-cela diri mencari kekurangan. Namun sekarang saya tidak melakukan itu semua. Sekalipun tidak ada yang memuji, sekalipun tidak ada yang melihat di perubahan diri saya, entah berapa kali saya menepuk diri saya sendiri dan bilang, “kamu hebat Vi, aku bangga banget sama kamu“. Komik ini saya nemu di Twitter dan terasa hangat di hati saya karena sang ilustrator seperti bisa menggambarkan secara presisi apa yang saya alami