Mengapa Saya Cenderung Diam

Di beberapa kelompok komunitas, saya cenderung tidak banyak bicara sampai-sampai kelompok masyarakat tersebut menilai saya pendiam, penyendiri dan enggan berlama-lama bersama mereka. Lama sekali saya menelusuri ke dalam diri apa yang salah di diri saya. Tentunya beberapa komunitas yang mengenal saya sebagai orang pendiam dan memasang jarak punya kesamaan.

Mereka adalah sekelompok orang yang resah jika mengetahui pandangan politik & nilai hidup saya berseberangan dengan mereka.

Beberapa kali ketika mereka memuji dan memuja tokoh politik pujaan, saya cuma bisa senyum sambil dalam hati : propaganda buzzer dah masuk aja nih ke WAG.. Di situ lah salah satu jalur diam saya dimulai.

Jalur diam kedua? Akun Twitter @cherryandsister menggambarkan dengan pas. Mansi menceritakan tentang dia dan ibunya, yang mana jawaban tersebut persis yang ingin saya sampaikan ke beberapa komunitas yang menganggap saya pendiam:

Beberapa komunitas itu biasanya memulai dengan : koq Vivi pendiam sekali jarang cerita-cerita ke kami?

Ini jawaban saya yang cenderung komunitas tersebut tidak ingin dengar, ketika mereka kembali membahas mengapa saya diam saja dalam obrolan mereka:

Untuk saya, membangun keterikatan seperti itu, ada hal-hal menyakitkan di masa lalu yang perihnya masih tersisa sampai sekarang dan perlu kalian dengarkan tanpa penghakiman. Tidak bisa kan?

Saya juga tidak ingin kalian merasa bersalah atas hal-hal yang pernah kalian ucapkan kepada saya di masa lalu (seringannya kalian tidak akan merasa bersalah dan berharap saya memaklumi dan mengampuni)

dan saya tidak ingin kalian merasa menjadi tidak nyaman menyadari bahwa kita di sini cuma sebatas terlihat orang baik-baik.

Vivi Alone – 2020
mari isi percakapan dengan topik standar yang tidak memancing polemik

2 pemikiran pada “Mengapa Saya Cenderung Diam

Tinggalkan komentar